Stres,
Depresi, dan Kecemasan
A. Stres
Sumber-sumber
psikologis dari stres tidak hanya menurunkan kemampuan kita untuk menyesuaikan
diri, tetapi juga secara tajam dapat mempengaruhi kesehatan kita. Bidang ilmu
psikoneuroimunologi mempelajari hubungan antara faktor-faktor psikologis,
terutama stres dengan cara kerja sistem kelenjar, sistem kekebalan tubuh, dan
sistem syaraf. Berikut ini adalah beberapa hubungan antara stres dan penyakit.
1.
Stres dan sistem endokrin/kelenjar
Stres
mempunyai efek domino dalam sistem endokrin, yaitu sebuah sistem tubuh yang
berupa kelenjar yang memproduksi dan melepaskan sekresi yang disebut hormon
langsung ke saluran darah. Beberapa kelenjar endokrin terlibat dalam
menampilkan respon tubuh terhadap stres. Pertama, hipotalmus, suatu struktur
kecil di otak akan melepaskan hormon yang menstimulasi kelenjar pituari
didekatnya untuk menghasilkan ACTH. ACTH selanjutnya akan menstimulasi kelenjar
adrenal yang berlokasi di atas ginjal. Di bawah pengaruh ACTH, lapisan terluar
kelenjar adrenal yang disebut korteks adrenal, melepas sekelompok steroid.
Kortikel steroid ini merupakan hormon yang mempunyai sejumlah fungsi yang
berbeda-beda dalam tubuh. Hormon ini mendorong perlawanan terhadap stre,
membantu perkembangan otot, dan menyebabkan hati melepaskan gula, yang
merupakan tenaga dalam menghadapi stresor yang mengancam. Hormon-hormon stres
yang diproduksi oleh kelenjar adrenal membantu tubuh menyiapkan diri mengatasi
stresor atau ancaman. Apabila stresor sudah terlewati, tubuh akan kembali ke
keadaan yang normal. Selama stres yang kronis, tubuh akan terus memompa keluar
hormon-hormon yang dapat menyebabkan kerusakan pada keseluruhan tubuh, termasuk
akan menekan kemampuan dari sistem kekebalan tubuh yang melindungi kita dari
berbagai infeksi dan penyakit.
2.
Stres dan sistem kekebalan
Sistem
kekebalan adalah sistem pertahanan tubuh untuk melawan penyakit. Stres membuat
kita rentan terkena penyakit, adanya sumber stres fisik akan dapat mengurangi
fungsi kekebalan. Dukungan sosial tampaknya akan mengurangi efek stres dalam
sistem kekebalan tubuh. Pemaparan terhadap stres dikaitkan dengan peningkatan
dan risiko berkembangnya influenza. Dalam penelitian lain, pemaparan stres
kronis yang parah dan berlangsung lama serta terkait pekerjaan yang tidak
menentu, pengangguran, atau masalah pribadi lainnya diasosiasikan dengan risiko
berkembangnya influenza yang lebih besar.
3.
Sindrom adaptasi menyeluruh
Sindrom
adaptasi menyeluruh terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap reaksi waspada, tahap
resistansi, dan tahap kelelahan. Apabila stresor bersifat persisten, kita akan
mencapai tahap resistansi atau tahap adaptasi sindrom. Respon-respon endokrin
dan sistem simpatis akan tetap pada tingkat yang tinggi, tetapi tidak setinggi
sewaktu berada pada tahap waspada. Pada tahap ini tubuh membentuk tenaga baru
dan memperbaiki kerusakan. Apabila stresor tetap berlanjut atau terjadi stresor
baru yang membentuk keadaan, kita akan dapat sampai pada tahap kelelahan.
Ada juga
faktor-faktor psikologis yang akan dapat mengurangi stres, diantaranya:
Ø Cara
coping stres, berpura-pura seakan tidak ada masalah, dan hal ini merupakan
sebuah penyangkalan. Coping stres dibagi lagi menjadi coping yang berfokus pada
emosi, coping ini berfokus pada pada emosi orang yang berusaha mengurangi
dampak stresor, dengan cara menyangkal adanya stresor atau menarik diri dari
situasi. Namun, coping yng berfokus pada emosi tidak bisa menghilangkan stresor
atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik
untuk mengatasi stresor. Coping yang
berfokus pada masalah, orang menilai stresor yang mereka hadapi dan melakukan
sesuatu untuk mengubah stresor atau memodifikasi reaksi mereka untuk
meringankan efek dari stresor tersebut.
Ø Harapan
akan self-efficacy
Harapan
ini berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri dalam mengatasi
tantangan yang kita hadapi, harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat
menampilkan tingkah laku yang terampil, dan harapan terhadap kemampuan diri
untuk dapat menghasilkan perubahan hidup yang positif.
Ø Ketahanan
psikologis
Ketahanan
psikologis membantu mengelola stres yang dialami. Secara psikologis, orang yang
ketahanan psikologisnya tinggi cenderung lebih efektif dalam mengatasi stres
dengan menggunakan pendekatan coping yang berfokus pada masalah secara aktif.
Ø Optimisme
Optimisme
seseorang juga sangat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dalam kaitannya
dengan kondisi stres yang sedang dialami.
Ø Dukungan
sosial
Peran
dukungan sosial sebagai penahan munculnya stres telah terbukti kebenarannya.
Dengan adanya orang-orang disekitar akan membantu orang yang sedang mengalami
stres untuk dapat menemukan alternatif cara coping dalam menghadapi stresor
atau sekedar memberi dukungan emosional yang dibutuhkan selama masa-masa sulit.
Ø Identitas
etnik
Setiap
etnik memiliki keyakinan-keyakinan tersendiri dalam menghadapi stres.
Situasi
stres akan menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan sampai emosi
umum kecemasan, kemarahan, kekecewaan, dan depresi. Jika situasi stres terus
terjadi, emosi kita mungkin akan berpindah bolak-balik di antara emosi tersebut,
tergantung pada keberhasilan kita dalam menyelesaikannya. Berikut ini adalah
beberapa reaksi psikologis terhadap stres:
Ø Kecemasan
Ø Kemarahan
dan agresi
Ø Apati
dan depresi
Ø Gangguan
kognitif
Sejauh
ini kita terpusat pada faktor di dalam individu yang mempengaruhi persepsi
mereka dan pengaruh situasi stres pada diri mereka. Dukungan emosional dan
perhatian orang lain juga dapat menjadikan stres lebih dapat ditanggung. Banyak
penelitian yang menyatakan bahwa orang yang memiliki banyak ikatan sosial akan
hidup lebih lama dan kurang rentan mengalami penyakit yang berhubungan dengan
stres dibandingkan orang yang memiliki sedikit kontak sosial suportif (Cohen
& Wills, 1985). Kawan-kawan dan keluarga dapat memberikan dukungan, mereka
dapat meningkatkan harga diri dengan cara mencintai kita apapun masalah kita.
Mereka dapat memberikan informasi/nasehat. Semua itu cenderung akan
menghilangkan perasaan tidak berdaya dan meningkatkan kepercayaan diri kita
tentang kemampuan kita dalam mengatasi masalah. Stres lebih mudah ditoleransi
jika penyebab stres diceritakan pada orang lain. Tetapi, kadang-kadang keluarga
dan kawan dapat meningkatkan stres seseorang. Meremehkan keseriusan
masalah/memberikan keyakinan buta bahwa segalanya akan baik-baik saja, pastinya
akan menimbulkan lebih banyak stres dan bukannya memberikan dukungan sama
sekali.
Selain
mencari dukungan sosial yang positif pada saat stres, orang dapat mempelajari
teknik lain untuk menurunkan efek negatif dari stres terhadap pikiran dan
tubuh. Berikut ini adalah beberapa tekniknya:
Ø Teknik
perilaku, beberapa teknik perilaku yang telah digunakan untuk membantu orang
dalam mengendalikan respon fisiologisnya terhadap situasi stres adalah
biofeedback, latihan relaksasi, dan latihan aerobik.
Ø Teknik
kognitif, berupaya membantu orang dalam mengidentifikasikan situasi stres yang
menghasilkan gejala fisiologis/emosional dan mengubah cara mereka dalam
menghadapi situasi tersebut.
Stres
kronis dapat menyebabkan gangguan fisik tertentu. Stres kronis juga mengganggu
sistem imun, dengan demikian dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan
bakteri dan virus yang menyerang. Gangguan psikosomatik adalah gangguan fisik
dimana emosi diduga memiliki peranan penting. Gejala penyakit psikosomatik
mencerminkan gangguan fisiologis disertai dengan kerusakan jaringan dan nyeri,
yang disebabkan oleh faktor yang tidak berhubungan dengan stres.
B. Depresi
Depresi adalah respon normal
terhadap banyaknya kejadian stres dalam kehidupan seseorang. Situasi yang
sering mencetuskan depresi adalah kegagalan di sekolah/pekerjaan, kehilangan
orang yang dicintai, menyadari bahwa penyakit/penuaan sedang menghabiskan
kekuatan seseorang. Depresi dianggap abnormal apabila tidak sebanding dengan
penyebab dari peristiwa yang dialami dan akan terus berlangsung sampai titik
dimana sebagian besar orang mulai pulih.
Walaupun depresi kebanyakan ditandai
oleh gangguan mood, sesungguhnya terdapat empat kelompok gejala. Selain gejala
emosional (mood), terdapat gejala kognitif, motivasional, dan fisik. Seorang
individu tidak harus memiliki keempat gejala tersebut untuk bisa didiagnosis
sebagai penderita depresi, tetapi lebih banyak gejala yang dimilikinya, semakin
kuat gejalanya, maka akan semakin pasti kita dapat yakin bahwa individu itu
mengalami depresi.
Untungnya, sebagian besar episode
depresif berlangsung singkat. Orang yang mengalami depresi sedikit demi sedikit
akan pulih, dengan atau tanpa terapi. Sekitar seperempat episode depresif
berlangsung kurang dari 1 bulan, separuh berlangsung kurang dari 3 bulan, dan
seperempatnya berlangsung 1 tahun atau lebih. Hanya sekitar 10% kelompok
terakhir yang tidak pulih dan tetap dalam kondisi depresi yang kronis
(Lewinsohn, Fenn, & Franklin, 1982). Sayangnya, episode depresif cenderung
akan timbul kembali. Sekitar separuh individu yang pernah mengalami episode
depresif akan mengalami episode lainnya. Pada umumnya, semakin stabil seseorang
sebelum episode pertamanya, maka akan semakin kecil kemungkinan depresi akan
timbul kembali.
Berikut ini
adalah ciri-ciri umum dari depresi:
Ø Perubahan
pada kondisi emosional, yaitu perubahan pada mood.
Ø Perubahan
dalam motivasi, yaitu perasaan tidak termotivasi atau memiliki kesulitan untuk
memulai kegiatan, menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada
aktivitas sosial, kehilangan kenikmatan, menurunnya minat dalam seks, dan gagal
untuk merespon pada pujian/reward.
Ø Perubahan
dalam fungsi dan perilaku motorik, yaitu bergerak/berbicara dengan lebih
perlahan daripada biasanya, perubahan dalam kebiasaan tidur, perubahan dalam
selera makan, perubahan dalam berat badan, dan berfungsi kurang efektif daripada
biasanya.
Ø Perubahan
kognitif, yaitu kesulitan berkonsentrasi, berpikir negatif mengenai diri
sendiri dan masa depan, perasaan bersalah/menyesal, dan berpikir akan
kematian/bunuh diri.
1) Gangguan
depresi mayor
Orang
yang mengalami depresi mayor akan mengalami masalah mood (sedih, putus asa,
terpuruk) atau kehilangan minat/rasa senang dalam berbagai aktivitas untuk
periode waktu paling sedikit 2 minggu. Depresi mayor menimbulkan bedanya
kemampuan seseorang untuk memenuhi tanggungjawabnya yang biasa dilakukan
sehari-hari. Orang yang depresi mayor memiliki selera makan yang buruk,
kehilangan,bertambahnya berat badan secara mencolok, memiliki masalah tidur,
menjadi gelisah secara fisik, menunjukkan kelambatan aktivitas motorik,
kehilangan minat pada hampir semua aktivitas rutin, kesulitan dalam
berkonsentrasi, dan mencoba untuk bunuh diri.
2) Gangguan
afektif musiman
Banyak
orang yang beranggapan bahwa mood mereka bervariasi sesuai dengan cuaca. Untuk
jumlah orang, perubahan musim panas ke musim gugur dan musim dingin menyebabkan
suatu tipe depresi yang disebut gangan afektif musiman. Ciri-cirinya adalah
rasa lelah, tidur yang berlebihan, lapar akan karbohidrat, dan kelebihan berat
badan. Gangguan ini banyak dialami oleh wanita. Meski penyebabnya belum
diketahui, satu kemungkinannya adalah perubahan musiman pada cahaya yang dapat
merubah ritme biologis yang ada pada tubuh yang mengatur proses-proses seperti
temperatur tubuh dan siklus tidur bangun.
3) Depresi
pascamelahirkan
Depresi
pascamelahirkan dianggap sebagai suatu bentuk depresi mayor yang periode
depresinya bermula dalam jangka waktu 4
minggu setelah melahirkan.
4) Gangguan
distimik
Orang
dengan gangguan distimik akan merasakan spirit yang buruk atau keterpurukan
sepanjang waktu, namun mereka tidak mengalami depresi yang sangat parah seperti
yang dialami orang yang mengalami gangguan depresi mayor. Sementara gangguan
depresi mayor cenderung parah dan terbatas waktunya, gangguan dismitik relatif
ringan dan kronis, biasanya berlangsung selama beberapa tahun. Distimia
mempengaruhi sekitar 6% populasi umum pada satu masa kehidupan mereka. Gangguan
depresi mayor lebih sering dialami oleh wanita. Pada gangguan distimik, keluhan
mengenai depresi dapat menjadi ancaman pelengkap bagi kehidupan orang tersebut
sehingga sepertinya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari struktur
kepribadian mereka.
C. Kecemasan
Gangguan
kecemasan adalah sekelompok gangguan di mana kecemasan merupakan gejala utama
atau dialami jika seseorang berupaya mengendalikan perilaku maladaptif
tertentu. Sementara yang dimaksud dengan anxiety neurosis (neurosa kecemasan)
ialah suatu tipe neurosa dengan simptom utama ialah kecemasan yang tidak
disababkan oleh suatu rangsang atau sebab khusus, sifatnya kronis dan mendalam,
serta mempengaruhi daerah-daerah penting dari kehidupan seseorang. Si penderita
anxiety neurosis akan terus-menerus berada dalam ketakutan dan kecemasan,
sungguhpun tidak ada rangsangan yang spesifik. Hampir semua kejadian yang
dialami penderita akan menimbulkan rasa takut dan cemas. Contohnya, takut mati
atau takut jadi gila.
Orang
yang menderita gangguan kecemasan umum mungkin juga akan mengalami serangan
panik-episode ketakutan yang berat atau teror. Selama serangan panik, individu
akan merasa pasti bahwa sesuatu yang menakutkan akan terjadi. Perasaan ini
biasanya disertai dengan gejala tertentu seperti jantung berdebar-debar, sesak
napas, berkeringat, tremt otot, pingsan, dan mual. Gejala biasanya terjadi
akibat eksitasi cabang simpatik dan sistem saraf otonomik dan merupakan reaksi
yang sama dialami orang lain saat ketakutan. Orang yang mengalami kecemasan
umum mungkn tidak mengetahui dengan jelas mengapa mereka merasa ketakutan.
a)
Beberapa ciri fisik dari kecemasan:
ü Gelisah
dan gugup
ü Tangan
dan anggota tubuh bergetar
ü Mulut
atau kerongkongan terasa kering
ü Sulit
berbicara
ü Sulit
bernafas
ü Telapak
tangan yang berkeringat
ü Suara yang
bergetar
ü Panas
dingin
ü Banyak
keringat
ü Sulit
menelan
ü Sering
buang air kecil
ü Bernafas
pendek
ü Wajah
terasa memerah
ü Mudah
marah
ü Pusing
ü Pening
atau pingsan
ü Merasa
lemas atau mati rasa
b)
Ciri-ciri behavioral dari kecemasan:
ü Perilaku
menghindar
ü Perilaku
melekat dan dependen
ü Perilaku
terguncang
c)
Ciri-ciri kognitif dari kecemasan:
ü Khawatir
tentang sesuatu
ü Perasaan
terganggu atau ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi masa depan
ü Terpaku
pada sensasi ketubuhan
ü Ketakutan
akan kehilangan kontrol
ü Berpikir
bahwa dunia mengalami keruntuhan
ü Berpikir
bahwa semuanya sudah tidak bisa dikendalikan
ü Khawatir
terhadap hal-hal yang sepele
ü Kebingungan
ü Merasa
terancam oleh orang lain
ü Tidak
mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu
ü Sulit
berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran
d)
Gangguan kecemasan menyeluruh
Gangguan
kecemasa menyeluruh ditandai dengan perasaan cemas yang persisten yang tidak
dipacu oleh suatu objek, situasi, atau aktivitas yang spesifik. Ciri utama dari
kecemasan yang menyeluruh adalah rasa cemas, merasa tegang, was-was/khawatir,
muda lelah, kesulitan berkonsentrasi, ketegangan otot, dan adanya gangguan
tidur. Orang dengan gangguan kecemasan yang menyeluruh adalah pencemas yang
kronis atau mencemaskan sesuatu secara berlebihan.
DAFTAR
PUSTAKA
Nevid S, Jeffrey., Rathus A,
Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi
Abnormal Jilid1.
Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Kartono, Kartini. 2009. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual.
Bandung:
CV Mandar Maju.
Atkinson L, Rita., Atkinson C,
Richard., Smith E, Edward dan Darky J Bem. 1987.
Pengantar Psikologi. Batam: Interaksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar