Selasa, 02 April 2013

Stres, Depresi, Kecemasan


Stres, Depresi, dan Kecemasan
A. Stres
Sumber-sumber psikologis dari stres tidak hanya menurunkan kemampuan kita untuk menyesuaikan diri, tetapi juga secara tajam dapat mempengaruhi kesehatan kita. Bidang ilmu psikoneuroimunologi mempelajari hubungan antara faktor-faktor psikologis, terutama stres dengan cara kerja sistem kelenjar, sistem kekebalan tubuh, dan sistem syaraf. Berikut ini adalah beberapa hubungan antara stres dan penyakit.
1.      Stres dan sistem endokrin/kelenjar
Stres mempunyai efek domino dalam sistem endokrin, yaitu sebuah sistem tubuh yang berupa kelenjar yang memproduksi dan melepaskan sekresi yang disebut hormon langsung ke saluran darah. Beberapa kelenjar endokrin terlibat dalam menampilkan respon tubuh terhadap stres. Pertama, hipotalmus, suatu struktur kecil di otak akan melepaskan hormon yang menstimulasi kelenjar pituari didekatnya untuk menghasilkan ACTH. ACTH selanjutnya akan menstimulasi kelenjar adrenal yang berlokasi di atas ginjal. Di bawah pengaruh ACTH, lapisan terluar kelenjar adrenal yang disebut korteks adrenal, melepas sekelompok steroid. Kortikel steroid ini merupakan hormon yang mempunyai sejumlah fungsi yang berbeda-beda dalam tubuh. Hormon ini mendorong perlawanan terhadap stre, membantu perkembangan otot, dan menyebabkan hati melepaskan gula, yang merupakan tenaga dalam menghadapi stresor yang mengancam. Hormon-hormon stres yang diproduksi oleh kelenjar adrenal membantu tubuh menyiapkan diri mengatasi stresor atau ancaman. Apabila stresor sudah terlewati, tubuh akan kembali ke keadaan yang normal. Selama stres yang kronis, tubuh akan terus memompa keluar hormon-hormon yang dapat menyebabkan kerusakan pada keseluruhan tubuh, termasuk akan menekan kemampuan dari sistem kekebalan tubuh yang melindungi kita dari berbagai infeksi dan penyakit.
2.      Stres dan sistem kekebalan
Sistem kekebalan adalah sistem pertahanan tubuh untuk melawan penyakit. Stres membuat kita rentan terkena penyakit, adanya sumber stres fisik akan dapat mengurangi fungsi kekebalan. Dukungan sosial tampaknya akan mengurangi efek stres dalam sistem kekebalan tubuh. Pemaparan terhadap stres dikaitkan dengan peningkatan dan risiko berkembangnya influenza. Dalam penelitian lain, pemaparan stres kronis yang parah dan berlangsung lama serta terkait pekerjaan yang tidak menentu, pengangguran, atau masalah pribadi lainnya diasosiasikan dengan risiko berkembangnya influenza yang lebih besar.
3.      Sindrom adaptasi menyeluruh
Sindrom adaptasi menyeluruh terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap reaksi waspada, tahap resistansi, dan tahap kelelahan. Apabila stresor bersifat persisten, kita akan mencapai tahap resistansi atau tahap adaptasi sindrom. Respon-respon endokrin dan sistem simpatis akan tetap pada tingkat yang tinggi, tetapi tidak setinggi sewaktu berada pada tahap waspada. Pada tahap ini tubuh membentuk tenaga baru dan memperbaiki kerusakan. Apabila stresor tetap berlanjut atau terjadi stresor baru yang membentuk keadaan, kita akan dapat sampai pada tahap kelelahan.
Ada juga faktor-faktor psikologis yang akan dapat mengurangi stres, diantaranya:
Ø  Cara coping stres, berpura-pura seakan tidak ada masalah, dan hal ini merupakan sebuah penyangkalan. Coping stres dibagi lagi menjadi coping yang berfokus pada emosi, coping ini berfokus pada pada emosi orang yang berusaha mengurangi dampak stresor, dengan cara menyangkal adanya stresor atau menarik diri dari situasi. Namun, coping yng berfokus pada emosi tidak bisa menghilangkan stresor atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatasi stresor.  Coping yang berfokus pada masalah, orang menilai stresor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stresor atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari stresor tersebut.
Ø  Harapan akan self-efficacy
Harapan ini berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi, harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menampilkan tingkah laku yang terampil, dan harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menghasilkan perubahan hidup yang positif.
Ø  Ketahanan psikologis
Ketahanan psikologis membantu mengelola stres yang dialami. Secara psikologis, orang yang ketahanan psikologisnya tinggi cenderung lebih efektif dalam mengatasi stres dengan menggunakan pendekatan coping yang berfokus pada masalah secara aktif.
Ø  Optimisme
Optimisme seseorang juga sangat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang dalam kaitannya dengan kondisi stres yang sedang dialami.
Ø  Dukungan sosial
Peran dukungan sosial sebagai penahan munculnya stres telah terbukti kebenarannya. Dengan adanya orang-orang disekitar akan membantu orang yang sedang mengalami stres untuk dapat menemukan alternatif cara coping dalam menghadapi stresor atau sekedar memberi dukungan emosional yang dibutuhkan selama masa-masa sulit.
Ø  Identitas etnik
Setiap etnik memiliki keyakinan-keyakinan tersendiri dalam menghadapi stres.
Situasi stres akan menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan sampai emosi umum kecemasan, kemarahan, kekecewaan, dan depresi. Jika situasi stres terus terjadi, emosi kita mungkin akan berpindah bolak-balik di antara emosi tersebut, tergantung pada keberhasilan kita dalam menyelesaikannya. Berikut ini adalah beberapa reaksi psikologis terhadap stres:
Ø  Kecemasan
Ø  Kemarahan dan agresi
Ø  Apati dan depresi
Ø  Gangguan kognitif
Sejauh ini kita terpusat pada faktor di dalam individu yang mempengaruhi persepsi mereka dan pengaruh situasi stres pada diri mereka. Dukungan emosional dan perhatian orang lain juga dapat menjadikan stres lebih dapat ditanggung. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa orang yang memiliki banyak ikatan sosial akan hidup lebih lama dan kurang rentan mengalami penyakit yang berhubungan dengan stres dibandingkan orang yang memiliki sedikit kontak sosial suportif (Cohen & Wills, 1985). Kawan-kawan dan keluarga dapat memberikan dukungan, mereka dapat meningkatkan harga diri dengan cara mencintai kita apapun masalah kita. Mereka dapat memberikan informasi/nasehat. Semua itu cenderung akan menghilangkan perasaan tidak berdaya dan meningkatkan kepercayaan diri kita tentang kemampuan kita dalam mengatasi masalah. Stres lebih mudah ditoleransi jika penyebab stres diceritakan pada orang lain. Tetapi, kadang-kadang keluarga dan kawan dapat meningkatkan stres seseorang. Meremehkan keseriusan masalah/memberikan keyakinan buta bahwa segalanya akan baik-baik saja, pastinya akan menimbulkan lebih banyak stres dan bukannya memberikan dukungan sama sekali.
Selain mencari dukungan sosial yang positif pada saat stres, orang dapat mempelajari teknik lain untuk menurunkan efek negatif dari stres terhadap pikiran dan tubuh. Berikut ini adalah beberapa tekniknya:
Ø  Teknik perilaku, beberapa teknik perilaku yang telah digunakan untuk membantu orang dalam mengendalikan respon fisiologisnya terhadap situasi stres adalah biofeedback, latihan relaksasi, dan latihan aerobik.
Ø  Teknik kognitif, berupaya membantu orang dalam mengidentifikasikan situasi stres yang menghasilkan gejala fisiologis/emosional dan mengubah cara mereka dalam menghadapi situasi tersebut.
Stres kronis dapat menyebabkan gangguan fisik tertentu. Stres kronis juga mengganggu sistem imun, dengan demikian dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan bakteri dan virus yang menyerang. Gangguan psikosomatik adalah gangguan fisik dimana emosi diduga memiliki peranan penting. Gejala penyakit psikosomatik mencerminkan gangguan fisiologis disertai dengan kerusakan jaringan dan nyeri, yang disebabkan oleh faktor yang tidak berhubungan dengan stres.
B. Depresi
            Depresi adalah respon normal terhadap banyaknya kejadian stres dalam kehidupan seseorang. Situasi yang sering mencetuskan depresi adalah kegagalan di sekolah/pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai, menyadari bahwa penyakit/penuaan sedang menghabiskan kekuatan seseorang. Depresi dianggap abnormal apabila tidak sebanding dengan penyebab dari peristiwa yang dialami dan akan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih.
            Walaupun depresi kebanyakan ditandai oleh gangguan mood, sesungguhnya terdapat empat kelompok gejala. Selain gejala emosional (mood), terdapat gejala kognitif, motivasional, dan fisik. Seorang individu tidak harus memiliki keempat gejala tersebut untuk bisa didiagnosis sebagai penderita depresi, tetapi lebih banyak gejala yang dimilikinya, semakin kuat gejalanya, maka akan semakin pasti kita dapat yakin bahwa individu itu mengalami depresi.
            Untungnya, sebagian besar episode depresif berlangsung singkat. Orang yang mengalami depresi sedikit demi sedikit akan pulih, dengan atau tanpa terapi. Sekitar seperempat episode depresif berlangsung kurang dari 1 bulan, separuh berlangsung kurang dari 3 bulan, dan seperempatnya berlangsung 1 tahun atau lebih. Hanya sekitar 10% kelompok terakhir yang tidak pulih dan tetap dalam kondisi depresi yang kronis (Lewinsohn, Fenn, & Franklin, 1982). Sayangnya, episode depresif cenderung akan timbul kembali. Sekitar separuh individu yang pernah mengalami episode depresif akan mengalami episode lainnya. Pada umumnya, semakin stabil seseorang sebelum episode pertamanya, maka akan semakin kecil kemungkinan depresi akan timbul kembali.
Berikut ini adalah ciri-ciri umum dari depresi:
Ø  Perubahan pada kondisi emosional, yaitu perubahan pada mood.
Ø  Perubahan dalam motivasi, yaitu perasaan tidak termotivasi atau memiliki kesulitan untuk memulai kegiatan, menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial, kehilangan kenikmatan, menurunnya minat dalam seks, dan gagal untuk merespon pada pujian/reward.
Ø  Perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, yaitu bergerak/berbicara dengan lebih perlahan daripada biasanya, perubahan dalam kebiasaan tidur, perubahan dalam selera makan, perubahan dalam berat badan, dan berfungsi kurang efektif daripada biasanya.
Ø  Perubahan kognitif, yaitu kesulitan berkonsentrasi, berpikir negatif mengenai diri sendiri dan masa depan, perasaan bersalah/menyesal, dan berpikir akan kematian/bunuh diri.
1)      Gangguan depresi mayor
Orang yang mengalami depresi mayor akan mengalami masalah mood (sedih, putus asa, terpuruk) atau kehilangan minat/rasa senang dalam berbagai aktivitas untuk periode waktu paling sedikit 2 minggu. Depresi mayor menimbulkan bedanya kemampuan seseorang untuk memenuhi tanggungjawabnya yang biasa dilakukan sehari-hari. Orang yang depresi mayor memiliki selera makan yang buruk, kehilangan,bertambahnya berat badan secara mencolok, memiliki masalah tidur, menjadi gelisah secara fisik, menunjukkan kelambatan aktivitas motorik, kehilangan minat pada hampir semua aktivitas rutin, kesulitan dalam berkonsentrasi, dan mencoba untuk bunuh diri.
2)      Gangguan afektif musiman
Banyak orang yang beranggapan bahwa mood mereka bervariasi sesuai dengan cuaca. Untuk jumlah orang, perubahan musim panas ke musim gugur dan musim dingin menyebabkan suatu tipe depresi yang disebut gangan afektif musiman. Ciri-cirinya adalah rasa lelah, tidur yang berlebihan, lapar akan karbohidrat, dan kelebihan berat badan. Gangguan ini banyak dialami oleh wanita. Meski penyebabnya belum diketahui, satu kemungkinannya adalah perubahan musiman pada cahaya yang dapat merubah ritme biologis yang ada pada tubuh yang mengatur proses-proses seperti temperatur tubuh dan siklus tidur bangun.
3)      Depresi pascamelahirkan
Depresi pascamelahirkan dianggap sebagai suatu bentuk depresi mayor yang periode depresinya  bermula dalam jangka waktu 4 minggu setelah melahirkan.
4)      Gangguan distimik
Orang dengan gangguan distimik akan merasakan spirit yang buruk atau keterpurukan sepanjang waktu, namun mereka tidak mengalami depresi yang sangat parah seperti yang dialami orang yang mengalami gangguan depresi mayor. Sementara gangguan depresi mayor cenderung parah dan terbatas waktunya, gangguan dismitik relatif ringan dan kronis, biasanya berlangsung selama beberapa tahun. Distimia mempengaruhi sekitar 6% populasi umum pada satu masa kehidupan mereka. Gangguan depresi mayor lebih sering dialami oleh wanita. Pada gangguan distimik, keluhan mengenai depresi dapat menjadi ancaman pelengkap bagi kehidupan orang tersebut sehingga sepertinya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari struktur kepribadian mereka.
C. Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah sekelompok gangguan di mana kecemasan merupakan gejala utama atau dialami jika seseorang berupaya mengendalikan perilaku maladaptif tertentu. Sementara yang dimaksud dengan anxiety neurosis (neurosa kecemasan) ialah suatu tipe neurosa dengan simptom utama ialah kecemasan yang tidak disababkan oleh suatu rangsang atau sebab khusus, sifatnya kronis dan mendalam, serta mempengaruhi daerah-daerah penting dari kehidupan seseorang. Si penderita anxiety neurosis akan terus-menerus berada dalam ketakutan dan kecemasan, sungguhpun tidak ada rangsangan yang spesifik. Hampir semua kejadian yang dialami penderita akan menimbulkan rasa takut dan cemas. Contohnya, takut mati atau takut jadi gila.
Orang yang menderita gangguan kecemasan umum mungkin juga akan mengalami serangan panik-episode ketakutan yang berat atau teror. Selama serangan panik, individu akan merasa pasti bahwa sesuatu yang menakutkan akan terjadi. Perasaan ini biasanya disertai dengan gejala tertentu seperti jantung berdebar-debar, sesak napas, berkeringat, tremt otot, pingsan, dan mual. Gejala biasanya terjadi akibat eksitasi cabang simpatik dan sistem saraf otonomik dan merupakan reaksi yang sama dialami orang lain saat ketakutan. Orang yang mengalami kecemasan umum mungkn tidak mengetahui dengan jelas mengapa mereka merasa ketakutan.
a)      Beberapa ciri fisik dari kecemasan:

ü  Gelisah dan gugup
ü  Tangan dan anggota tubuh bergetar
ü  Mulut atau kerongkongan terasa kering
ü  Sulit berbicara
ü  Sulit bernafas
ü  Telapak tangan yang berkeringat
ü  Suara yang bergetar
ü  Panas dingin
ü  Banyak keringat
ü  Sulit menelan
ü  Sering buang air kecil
ü  Bernafas pendek
ü  Wajah terasa memerah
ü  Mudah marah
ü  Pusing
ü  Pening atau pingsan
ü  Merasa lemas atau mati rasa
b)      Ciri-ciri behavioral dari kecemasan:
ü  Perilaku menghindar
ü  Perilaku melekat dan dependen
ü  Perilaku terguncang
c)      Ciri-ciri kognitif dari kecemasan:
ü  Khawatir tentang sesuatu
ü  Perasaan terganggu atau ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi masa depan
ü  Terpaku pada sensasi ketubuhan
ü  Ketakutan akan kehilangan kontrol
ü  Berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan
ü  Berpikir bahwa semuanya sudah tidak bisa dikendalikan
ü  Khawatir terhadap hal-hal yang sepele
ü  Kebingungan
ü  Merasa terancam oleh orang lain
ü  Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu
ü  Sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran
d)      Gangguan kecemasan menyeluruh
Gangguan kecemasa menyeluruh ditandai dengan perasaan cemas yang persisten yang tidak dipacu oleh suatu objek, situasi, atau aktivitas yang spesifik. Ciri utama dari kecemasan yang menyeluruh adalah rasa cemas, merasa tegang, was-was/khawatir, muda lelah, kesulitan berkonsentrasi, ketegangan otot, dan adanya gangguan tidur. Orang dengan gangguan kecemasan yang menyeluruh adalah pencemas yang kronis atau mencemaskan sesuatu secara berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

Nevid S, Jeffrey., Rathus A, Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal Jilid1.
              Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kartono, Kartini. 2009. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung:
               CV Mandar Maju.
Atkinson L, Rita., Atkinson C, Richard., Smith E, Edward dan Darky J Bem. 1987.
                Pengantar Psikologi. Batam: Interaksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar