Selasa, 02 April 2013

Gangguan Makan, Obesitas, dan Tidur


GANGGUAN MAKAN, OBESITAS, DAN GANGGUAN TIDUR
A. GANGGUAN MAKAN
Gangguan makan adalah gangguan yang memiliki karakteristik pola makan yang terganggu dan cara yang maladaptif dalam mengontrol berat badan. Pola disfungsional dalam gangguan makan ini memiliki dua tipe utama, yaitu:
1.      Anoreksia Nervosa
Anoreksia nevrosa memiliki arti yaitu tidak memiliki hasrat untuk makan yang sesungguhnya merupakan suatu hal yang keliru, karena kehilangan nafsu makan di antara penderita anoreksia nervosa itu jarang sekali terjadi. Akan tetapi, penderita mungkin menolak makan lebih dari yang dibutuhkan untuk mempertahankan berat badan yang minimal sesuai dengan tinggi badan dan usia mereka. Mereka sering melaparkan diri mereka hingga pada suatu titik yang membahayakan. Anoreksia nervosa berkembang pada tahap remaja awal dan akhir, berkisar pada usia 12 sampai 18 tahun. Berikut ini adalah beberapa karakteristik diagnostik dari anoreksia nervosa, antara lain:
a.       Menolak untuk mempertahankan berat badan pada atau di atas berat badan minimal yang normal sesuai dengan usia dan tinggi seseorang,
b.      Ketakutan yang kuat terhadap penambahan berat badan atau menjadi gemuk,
c.       Citra tubuh yang terdistorsi dimana tubuh seseorang atau bagian tubuh seseorang dipandang gemuk, walaupun orang lain memandang orang tersebut sebagai orang yang kurus, dan
d.      Dalam kasus wanita yang telah mengalami menstruasi, akan terjadi ketidakhadiran tiga atau lebih periode menstruasi.
Anoreksia nervosa lebih sering dialami oleh wanita., namun jumlah pria muda yang menunjukkan anoreksia nervosa makin bertambah. Anoreksia nervosa mempunyai dua subtipe umum, yaitu tipe makan berlebihan/membersihkan dan tipa makan menahan. Pada tipe pertama, ditandai oleh episode dari makan yang berlebihan dan lalu memuntahkannya. Anoreksia nervosa dapat berakibat fatal. Berkurangnya berat badan sebesar 35% akan dapat menimbulkan anemia. Wanita yang menderita anoreksia nervosa ini bisanya memilki masalah pada kulit, seperti kulit kering, kulit pecah, rambut lepek, bahkan perubahan warna yang menjadi kekuningan akan muncul beberapa tahun setelah berat badan naik kembali. Angka kematian dari anoreksia nervosa ini diperkirakan antara 5% sampai 8% selama periode 10 tahun, dengan kebanyakan kematian disebabkan oleh bunuh diri atau komplikasi medis yang dihubungkan dengan penurunan berat badan yang parah.
2.      Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa adalah ganguan makan yang memiliki karakteristik episode yang berulang untuk menelan makanan dalam jumlah besar, diikuti dengan penggunaan cara-cara yang tidak tepat untuk mencegah pertambahan berat badan. Seseorang yang menderita gangguan bulimia nervosa biasanya mencolok tenggorokkan mereka untuk menimbulkan perasaan ingin muntah. Berikut ini ada beberapa karakteristik diagnostik dari bulimia nervosa, antara lain:
a.       Episode yang berulang dari makan yang berlebihan, seperti:
1)      Memakan makanan dalam jumlah yang sangat luar biasa selama periode 2 jam, dan
2)      Merasa kehilangan kontrol terhadap pemasukan makanan pada saat episode tersebut.
b.      Perilaku tidak sesuai yang saling terjadi untuk menjaga berat tubuh yang tidak ingin bertambah.
c.       Rata-rata minimal dalam seminggu terjadi dua episode makan berlebihan dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai untuk menghindari bertambahnya berat badan, dan hal ini terjadi minimal selama 3 bulan.
d.      Perhatian berlebihan yang terus-menerus terhadap bentuk dan berat badan.
Makan yang berlebihan biasanya berlangsung selama 30 sampai 60 menit dan ditujukan untuk mengonsumsi makanan yang seharusnya dihindari. Rata-rata  bulimia terjadi saat remaja akhir, ketika tekanan tentang diet dan ketidakpuasan akan bentuk tubuh atau berat badan berada pada puncaknya. Bulimia juga dapat berhubungan dengan banyak komplikasi medis. Dampak yang mungkin akan terjadi pada penderita bulimia adalah iritasi pada kulit sekitar mulut yang disebabkan karena seringnya kontak dengan asam lambung, terhambatnya air liur, peluruhan enamel gigi, dan karang gigi. Gangguan fungsi menstruasi juga ditemukan pada 50% wanita penderita bulimia yang memiliki berat badan normal.
Gangguan Makan Berlebihan
Orang yang mengidap gangguan makan berlebihan akan menunjukkan pola makan secara berlebihan berulang kali tetapi tidak mengeluarkan makanan tersebut sesudahnya. Gangguan makan berlebihan lebih umum ditemukan di antara individu yang mengalami obesitas. Gangguan makan dipercaya mempengaruhi 2% dari populasi.  Orang-orang dengan gangguan makan berlebihan cenderung akan lebih tua daripada penderita anoreksia dan bulimia.
Faktor Penyebab Gangguan Makan
Ada beberapa faktor penyebab bagi timbulnya gangguan makan, antara lain:
1.      Faktor sosiokultural, tekanan yang berlebihan pada wanita muda untuk mencapai standar kurus yang tidak realistis.
2.      Faktor psikologis, diet kaku atau sangat membatasi dapat mengakibatkan berkurangnya kontrol yang diikuti dengan pelanggaran diet dan menghasilkan makan berlebihan yang bersifat bulimia. Ketidakpuasan pada tubuh memicu dilakukannya cara-cara yang tidak sehat untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Merasa kurang memiliki kontrol atas berbagai aspek kehidupan lain selain diet. Kesulitan berpisah dari keluarga dan membangun identitas individual. Serta kebutuhan psikologis untuk kesempurnaan dan kecenderungan untuk berpikir secara dikotomis.
3.      Faktor keluarga, keluarga dari pasien gangguan makan sering kali memiliki karakteristik yang sama yaitu adanya konflik, kurangnya kedekatan dan pengasuhan, serta gagal dalam membangun kemandirian dan otonomi pada diri anak perempuan mereka. Dari perspektif sistem keluarga, gangguan makan pada perempuan dapat memberi keseimbangan pada keluarga yang disfungsional dengan mengalihkan perhatian dari masalah keluarga atau pun masalah pernikahan.
4.      Faktor biologis, ketidakseimbangan yang mungkin terjadi pada sistem neurotransmiter di otak yang mengatur mood dan nafsu makan. Serta kemungkinan pengaruh genetis.
Pendekatan Penanganan Gangguan Makan
Berikut ini ada beberapa pendekatan penanganan gangguan makan, diantaranya:
1.      Penanganan biomedis, yaitu:
a)      Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan untuk membantu pasien anoreksia mencapai berat badan yang sehat atau pasien bulimia mengatasi siklus makan berlebih lalu mengeluarkannya  dalam kasus dimana terapi rawat jalan telah gagal,
b)      Pengobatan antidepresan dapat digunakan untuk mengatur nafsu makan dengan mengubah proses kimia pada otak atau untuk melepaskan depresi yang mendasari.
2.      Psikoterapi, terapi psikodinamika  bertujuan untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan konflik psikologis yang ada.
3.      Terapi behavioral kognitif, yaitu:
a)      Untuk membantu individu dengan gangguan makan mengalahkan pikiran dan keyakinan yang self-defeating serta mengembangkan kebiasaan makan dan pola berpikir yang lebih sehat,
b)      Modifikasi perilaku membantu pasien anoreksia yang dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan berat badan dengan memberi hadiah yang diinginkan untuk perilaku makan yang tepat, dan
c)      Pemaparan terhadap pencegahan respons membantu individu bulimia untuk menoleransi memakan makanan yang menurut mereka dilarang tanpa makan berlebihan dan mengeluarkannya.
4.      Terapi keluarga, terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik keluarga dan meningkatkan komunikasi di antara anggota keluarga.
B. OBESITAS
Obesitas dikelompokkan sebagai gangguan medis kronis, dan bukan merupakan gangguan psikologis (Atkinson, 1997). Obesitas juga merupakan faktor resiko terbesar untuk penyakit kronis yang secara potensial akan membahayakan jiwa, seperti sakit jantung, diabetes, dan beberapa bentuk dari kanker. Obesitas disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya:
1.      Faktor genetis
Obesitas kebanyakan terjadi karena faktor keturunan dalam keluarga. Banyak orang tua yang mengalami obesitas akan mendorong  anak-anaknya untuk menjadi seseorang yang gemuk, dan hal itu merupakan suatu contoh yang buruk. Para ahli mengatakan, bahwa faktor genetis memainkan peranan penting dalam menentukan resiko obesitas. Akan tetapi, faktor genetis tidak merupakan satu-satunya penyebab. Selebihnya dari itu, faktor lingkungan dan genetis sama-sama berpengaruh terhadap obesitas.
2.      Faktor metabolisme
Ketika seseorang kehilangan berat badan, terutama dengan jumlah yang signifikan, tubuh akan bereaksi seakan-akan kelaparan. Tubuh akan merespons penurunan berat badan dengan memperlambat tingkat metabolisme atau tingkat pembakaran kalori tubuh. Latihan fisik yang giat akan membakar kalori secara langsung dan dapat meningkatkan tingkat metabolisme dengan mengganti jaringan lemak dengan otot, terutama jika program latihan fisik ini melibatkan aktivitas angkat beban. Sehingga, sedikit demi sedikit, otot akan membakar lebih banyak kalori daripada lemak. Sebelum memulai latihan fisik, perlu memerikasakan diri ke dokter untuk menentukan jenis aktivitas mana yang paling baik untuk kondisi tubuh secara keseluruhan.
3.      Sel lemak
Orang yang memiliki lebih banyak jaringan lemak akan mengirimkan lebih banyak sinyal pengosongan lemak ke otak daripada orang yang memiliki berat badan yang sama tetapi memiliki lebih banyak sel lemak yang lebih sedikit. Sebagai hasilnya, mereka lebih cepat merasa membutuhkan makanan. Jumlah sel lemak dalam tubuh akan menentukan obesitas, tetapi hal itu tidak terlepas dari keturunan juga.
4.      Faktor gaya hidup
Faktor gaya hidup, seperti menerapkan pola makan tinggi lemak dan makan dalam porsi besar, juga sangat berkonstribusi terhadap obesitas.
5.      Faktor psikologis
Faktor psikologis yang berhubungan dengan makan berlebihan dan obesitas itu mencakup rendahnya self-esteem, kurangnya harapan self-efficacy, konflik keluarga, dan emosi negatif.
Perbedaan Etnik dan Sosioekonomi pada Obesitas
1.      Faktor sosioekonomi
Obesitas lebih umum dialami oleh orang-orang dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Orang yang lebih berada memiliki akses lebih besar untuk mengetahui informasi tentang nutrisi dan kesehatan. Sedangkan orang-orang yang kurang berada akan kurang teratur  dalam melakukan olahraga fisik, seperti yang dilakukan oleh orang-orang berada. Banyak orang-orang miskin di perkotaan juga menganggap bahwa makanan sebagai cara mengatasi stres akibat kemsikinan, diskriminasi, kepadatan, dan kejahatan.
2.      Akulturasi
Penerapan pola makan budaya barat yang tinggi lemak, berkurangnya tuntutan fisik dalam kegiatan industri, dan tingkat pengangguran yang kronis dikombinasikan dengan rendahnya tingkat aktivitas fisik disebutkan sebagai faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap obesitas, terutama terjadi di kalangan orang-orang Amerika dan Kanada.
Pencegahan Obesitas
1.      Meningkatkan akses ke pendidikan kesehatan,
2.      Memasukkan kurikulum pendidikan kesehatan di seluruh sekolah negeri,
3.      Jaminan atas akses universal untuk penanganan obesitas, dan
4.      Meningkatkan akses untuk  makanan bergizi dan kesempatan berekreasi.
C. GANGGUAN TIDUR
Tidur merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Manusia membutuhkan setidaknya 7 jam atau lebih untuk tidur pada malam hari. Masalah tidur akan menyebabkan stres pribadi yang signifikan atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau peran lain yang dapat diklasifikasikan ke dalam sistem DSM sebagai gangguan tidur. Orang dengan gangguan tidur biasanya menghabiskan beberapa malam di pusat tidur, dimana mereka dihubungkan dengan kabel ke alat-alat yang mencatat respons fisiologis mereka selama tidur atau sedang berusaha untuk tidur menuju ke gelombang otak, tingkat jantung dan pernapasan, seterusnya. Sistem DSM gangguan tidur dikelompokkan ke dalam 2 kategori, yaitu:
1.      Dissomnia, adalah gangguan tidur yang memiliki karakteristik terganggunya jumlah, kualitas, atau waktu dari tidur. Ada 5 tipe khusus dari dissomnia, antara lain:
a)      Insomnia, insomnia biasanya muncul saat seseorang berada dalam keadaan stres. Insomnia kronis yang tidak disebabkan oleh gangguan psikologis atau fisik lainnya, atau efek obat atau pengobatan dalam insomnia disebut dengan insomnia primer. Insomnia primer mengakibatkan rasa lelah di siang hari dan menyebabkan timbulnya tingkat stres pribadi yang signifikan. Penderita insomnia primer memiliki kesulitan terus-menerus untuk tertidur, tetap tidur, atau mengalami tidur yang restoratif dalam jangka waktu sebulan atau lebih. Orang-orang muda dengan insomnia primer biasanya mengeluh membutuhkan waktu yang sangat lama untuk tertidur. Sedangkan orang yang lebih tua akan lebih banyak mengeluh saat sering terbangun pada malam hari, atau bangun terlalu awal di pagi hari.
b)      Hipersomnia, hipersomnia primer merupakan suatu rasa kantuk yang berlebihan sepanjang hari dan berlangsung sampai sebulan atau lebih. Rasa kantuk yang berlebihan dapat berbentuk kesulitan untuk bangun setelah periode tidur yang panjang (biasanya 8 sampai 12 jam tidur).
c)      Narkolepsi, orang dengan narkolepsi akan mengalami serangan tidur dimana mereka mendadak tertidur tanpa adanya pertanda pada waktu-waktu yang berbeda sepanjang hari. Mereka tetap tertidur dalam jangka waktu 15 menit. Diagnosis narkolepsi dapat diberikan ketika serangan tidur muncul setiap hari selama periode 3 bulan atau lebih dan dikombinasikan dengan kehadiran salah satu  atau kondisi-kondisi berikut:
1)      Kehilangan kontrol otot secara mendadak, dan
2)      Gangguan tidur  REM dalam tahap transisi antara tidur dan sadar.
d)      Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, orang dengan gangguan tidur ini akan mengalami gangguan untuk tidur secara berulang-ulang yang disebabkan oleh masalah pernapasan. Gangguan ini akan mnegakibatkan insomnia atau rasa kantuk yang berlebihan di siang hari.
e)      Gangguan irama tidur sirkadia, pada gangguan ini, irama tidur menjadi sangat terganggu karena ketidakcocokan antara tuntutan jadwal tidur yang ditetapkan oleh seseorang dengan siklus internal tidur bangun orang tersebut. Penanganan pada gangguan ini akan melibatkan program penyesuaian secara bertahap pada jadwal tidur untuk menjadikan sistem sirkadia seseorang sesuai dengan perubahan jadwal tidur bangun.
2.      Parasomnia, adalah perilaku abnormal atau peristiwa fisiologis yang muncul pada saat tidur atau pada ambang batas antara saat terjaga dan tidur. Ada beberapa jenis-jenis dari parasomnia, antara lain:
a)      Gangguan mimpi buruk, adalah proses terjaga dari tidur secara berulang karena mimpi yang menakutkan. Orang dengan gangguan ini akan dapat mengingat mimpi buruk ini dengan jelas pada saat bangun tidur.  Mimpi buruk yang dialami sering dihubungkan dengan pengalaman traumatis dan umumnya lebih sering terjadi ketika individu berada dalam kondisi stres.
b)      Gangguan teror dalam tidur, gangguan ini melibatkan episode teror dalam tidur yang berulang yang menghasilkan proses terjaga secara tiba-tiba dan dimulai dengan teriakan panik. Orang dengan gangguan ini akan merasakan teror yang samar dan mampu menceritakan beberapa gambaran dari mimpinyai. Kebanyakan orang yang mengalami teror dalam tidur akan kembali tertidur dan tidak mengingat apa pun tentang pengalamannya semalam pada pagi harinya. Gangguan teror dalam tidur pada anak-anak biasanya muncul di masa remaja.
c)      Gangguan berjalan sambil tidur, merupakan episode berulang dimana orang-orang yang sedang tidur akan bangkit dari tempat tidur dan berjalan di sekitar rumah sambil tetap tertidur. Gangguan berjalan sambil tidur paling banyak terjadi pada anak-anak, mempengaruhi sekitar 1% sampai 5% anak-anak menurut sejumlah estimasi. Orang yang berjalan sambil tidur cenderung memiliki tatapan kosong pada wajah mereka selama episode ini berlangsung. Umumnya mereka tidak responsif terhadap orang lain dan sulit untuk terbangun. Ketika mereka terbangun, mereka hanya dapat mengingat sedikit dari pengalaman mereka semalam.
Pendekatan Penanganan Gangguan Tidur
1.      Terapi obat, dapat digunakan untuk penyembuhan jangka pendek bagi insomnia dan untuk mengatasi gangguan tidur lelap.
2.      Penanganan biomedis, pembedahan atau alat bantu mekanik yang dapat digunakan untuk membuka jalan udara pada pasien apnea.
3.      Terapi kognitif behavioral, dapat digunakan untuk mengubah kebiasaan tidur yang maladaptif dan pemikiran atau keyakinan yang disfungsional mengenai tidur.
Faktor Penyebab Gangguan Tidur
1.      Faktor biologis, seperti:
a)      Masalah fisik yang mendasari,
b)      Kerusakan genetis yang mungkin mengganggu mekanisme otak untuk mengontrol tidur, dan
c)      Penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi tidur normal.
2.      Faktor psikologis, seperti:
a)      Kecemasan, depresi yang mengganggu untuk dapat tertidur atau tetap tidur,
b)      Seringnya terjadi perubahan dalam waktu tidur dan bangun, dan
c)      Pemaparan terhadap trauma.

REFERENSI
Nevid S, Jeffrey., Rathus A, Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi 
              Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar