Rabu, 03 April 2013

Teori Trait & Factor


TEORI TRAIT AND FACTOR

A. Tokoh
Menurut Munandir (1996:111) teori trait and factor (sifat dan faktor) ini tidak terkait dengan nama  atau tokoh tertentu, akan tetapi pikiran-pikiran ini bermula dari gagasan F.Parsons, dan kemudian tokoh-tokoh lain seperti D.G. Paterson, J.G. Darley, E.G. Williamson ikut menyumbang perkembangan dari teori trait and factor.
B. Konsep
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, serta tugas konseling sifat dan faktor adalah membantu individu dalam memeperoleh kemajuan, memahami, dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir.
Para teoretikus ini mengemukakan, pentingnya kecocokan antara ciri pribadi orang dan persyaratan kerja, makin cocok, makin besar peluang, orang itu mencapai produktivitas dan memperoleh kepuasan. Untuk pengambilan keputusan kerja Parsons mengemukakan 3 hal serangkai yaitu pribadi, pekerjaan, dan kecocokan (pribadi dengan pekerjaan). Individu perlu dibantu memperoleh pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya, pemahaman yang lengkap mengenai syarat-syarat untuk berhasil dalam suatu pekerjaan, dan berdasarkan informasi dan pemahaman itu akan menerapkan penalaran yang benar dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam perkembangannya, teori trait and factor mengalami penyesuaian-penyesuaian dari rumusan semula, yaitu jabatan itu soal pencocokan sifat pribadi dengan syarat jabatan. Selain hal tersebut, dipertimbangkan pula nilai sebagai faktor atau sumber tingkah laku. Komitmen nilai ini dikenali dengan menggunakan tes kepribadian atau tes psikologi. Pada intinya, teori trait and factor menekankan pentingnya kecocokan antara ciri pribadi orang dengan persyaratan kerja, makin cocok, makin besar peluang produktivitas kerja orang dan ia kemungkinan akan memperoleh kepuasan. Teori ini kemudian dimodifikasi. Pilihan pekerjaan bukan sekedar soal kecocokan sifat diri dengan syarat pekerjaan, melainkan juga soal pertimbangan segi-segi kognitif, non kognitif, dan berkenaan dengan pandangan bahwa tingkah laku itu berorientasi pada tujuan. Teori ini menekankan pada pentingnya pengukuran atau tes psikologis. Williamson (1939) mengemukakan bahwa hasil tes hanya salah satu cara saja untuk mengevaluasi perbedaan individu. Data lain, seperti pengalaman kerja dan latar belakang individu pada umumnya, merupakan faktor yang sama pentingnya dalam proses konseling karier.
C.Karakteristik
Teori trait and factor ini memiliki karakteristik tersendiri yang akan membedakan dengan teori-teori lainnya. Teori ini menitik beratkan pandangan bahwa sifat diri, syarat pekerjaan, dan pertimbangan segi-segi seperti kognitif, nonkognitif itu akan mempengaruhi pilihan karir seseorang. Menurut teori trait and factor ini diperlukan pengukuran-pengukuran psikologis untuk menentukan pilihan karir seseorang, dimana hal itu tidak ditemukan dalam teori-teori lainnya. Karakteristik utama dari teori ini adalah asumsi bahwa individu mempunyai pola kemampuan unik atau traits yang dapat diukur secara objektif dan berkorelasi dengan tuntutan berbagai jenis pekerjaan.
D.   Aplikasi dalam Bimbingan dan Konseling Karir
Aplikasi dalam bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor  yaitu seorang konselor dapat menggunakan alat tes psikologis yang dimanfaatkan untuk mendiagnosis atau menganalisis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi kepribadian tertentu dalam pemilihan karir yang sesuai dengan kondisi konseli. Sebagai seorang konselor harus mampu memahami sifat diri/dimensi kepribadian dari konseli, dimana dalam hal ini konseli tersebut belumlah mampu mengenali dirinya sendiri sehingga konseli tersebut mengalami masalah karir dalam kehidupannya. Jika seorang konseli dengan bantuan dari konselor sudah mampu mengenali atau memahami dirinya sendiri, maka konseli tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih karir yang sesuai dengan potensi atau kemampuan yang dimilikinya. Akan tetapi, pilihan karir tidak hanya ditentukan oleh sifat diri/dimensi kepribadian dari konseli melainkan konselor juga harus mampu memberikan data mengenai pengalaman kerja dan latar belakang individu (konseli) pada umumnya. Proses konseling menurut teori trait and factor ini dibagi ke dalam 5 tahapan, diantaranya:
1.    Analisis, merupakan tahap yang terdiri dari pengumpulan data atau informasi dari konseli.
2.    Sintesis, merupakan tahap merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa, sehingga akan menunjukkan bakat konseli, kemampuan serta kelemahannya, dan kemampuan dalam menyesuaikan diri.
3.    Diagnosis, merupakan tahap untuk menemukan ketetapan dan pola yang mengarah pada permasalahan, sebab-sebab, serta sifat-sifat konseli yang relevan, dan akan berpengaruh pada proses penyesuaian diri.
4.    Konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan sumber diri sendiri dan sumber di luar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian yang optimal sesuia dengan kemampuan/potensi yang dimiliki.
5.    Evaluasi atau treatment, merupakan tindak lanjut dari proses konseling.
Konseling bertujuan untuk mengajak klien berpikir mengenai dirinya dan menemukan masalah dirinya serta mengembangkan cara-cara untuk keluar dari masalah tersebut. Untuk itu secara umum konseling trait and factor dimaksud untuk membantu klien mengalami:
1.    Klarifikasi diri (self clarification)
2.    Pemahaman diri (self understanding)
3.    Pengarahan diri (self  acceptance)
4.    Pengarahan diri (self direction)
5.    Aktualisasi diri (self actualization)
Metode yang dapat digunakan oleh konselor menurut teori trait and factor ini adalah dengan menggunakan teknik-teknik seperti wawancara, prosedur interpretasi tes, dan menggunakan informasi jabatan atau pekerjaan yang selanjutnya akan disusun untuk membantu menyelesaikan masalah karir yang dihadapi oleh konseli. Bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor ini bertujuan untuk mengajak konseli agar dapat berfikir mengenai dirinya serta mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar dari masalah karir yang dihadapi.
Bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor dapat digunakan terhadap semua kasus yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut, ragam konseling jabatan atau konseling akademik (konseling karir), dimana konseli dihadapkan oleh keharusan untuk memilih beberapa alternatif, konseli telah menyelesaikan minimal jenjang pendidikan SMP dan sudah mulai tampak stabil dalam berbagai ciri kepribadian, konseli tidak menunjukkan kelemahan yang serius dalam beberapa segi kepribadiannya, misalnya selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan karirnya.







DAFTAR PUSTAKA

Munandir. 1996. Program Bimbingan Karier di Sekolah. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

http://harulhudabk.blogspot.com/2011/02/teori-konseling-trait-factor.html (diunduh pada tanggal 24 Maret 2013 pada pukul 08.00 WIB)
http://konselor008.blogspot.com/2013/03/teori-bimbingan-karir-trait-factor.html (diunduh pada tanggal 24 Maret 2013 pada pukul 08.15 WIB)
http://blog.uad.ac.id/eytti/2012/10/11/aplikasi-konseling-trait-and-factor-theory/ (diunduh pada tanggal 24 Maret 2013 pada pukul 08.30 WIB)
http://enamkonselor.files.wordpress.com/2012/05/traitnfactor.pdf (diunduh pada tanggal 24 Maret 2013 pada pukul 08.45)



Selasa, 02 April 2013

Gangguan Kognitif


GANGGUAN KOGNITIF DAN GANGGUAN PSIKOLOGIS YANG TERKAIT DENGAN PENUAAN

A. Gangguan Kognitif
Gangguan kognitif  meliputi gangguan dalam pikiran atau ingatan yang menggambarkan perubahan nyata dari tingkat fungsi individu yang sebelumnya. Gangguan kognitif terjadi apabila otak mengalami kerusakan atau mengalami hendaya dalam kemampuannya untuk berfungsi akibat luka-luka, penyakit, keterpaparan terhadap racun-racun, atau penggunaan dan penyalahgunaan obat-obatan psikoaktif. Orang-orang dengan gangguan kognitif mungkin sepenuhnya akan menjadi bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam hal makan, beraktivitas di toilet, dan berdandan. Terdapat 3 jenis utama dalam gangguan kognitif, antara lain:
1.      Delirium
Delirium mencakup keadaan kebingungan mental yang ekstrem dimana orang mengalami kesulitan berkonsentrasi dan berbicara secara jelas dan masuk akal. Orang yang terkena delirium mungkin mengalami kesulitan untuk mengabaikan stimulus yang tidak sesuai atau mengalihkan perhatian mereka pada tugas yang baru. Berikut ini ada beberapa faktor-faktor penyebab delirium, diantaranya:
a)      Kondisi medis, seperti ganguan metabolisme
b)      Penyakit-penyakit otak
c)      Putus zat secara tiba-tiba dari alkohol dalam kasus alkoholisme
2.      Demensia
Demensia meliputi deteriorasi mendalam pada fungsi mental yang ditandai oleh masalah yang berat pada ingatan dan satu atau lebih defisit kognitif. Demensia biasanya menyerang orang-orang yang berusia lebih dari 80 tahun. Dementia bermula setelah usia 65 tahun yang disebut dengan dementia onset lambat atau dementia senil. Sedangkan yang bermula pada usia 65 tahun atau lebih awal disebut sebagai dementia onset awal atau dementia prasenil. Berikut ini adalah penurunan koognitif pada dementia, yaitu:
a)      Afasia, hendaya dalam kemampuan memahami dan/atau berbicara
b)      Apraksia, hendaya dalam kemampuan menampilkan gerakan yang bertujuan walaupun tiada gangguan pada fungsi motorik
c)      Agnosia, ketidakmampuan untuk menganali objek meskipun sistem sensoris tetap baik
d)      Gangguan dalam fungsi eksekutif, penurunan kemampuan dalam hal perencanaan, pengorganisasian, atau merangkai aktivitas, atau untuk berpikir secara abstrak
Dibawah ini ada beberapa penyebab dari gangguan dementia, antara lain:
a)      Penyakit-penyakit otak
b)      Neurosifilis
c)      Stroke berganda
d)      Tumor otak
e)      Trauma kepala
f)        Infeksi otak
3.      Gangguan amnestik
Gangguan amnestik ditandai oleh penurunan fungsi ingatan secara secara dramatis yang tidak berhubungan dengan keadaan delirium atau dementia. Amnesti meliputi ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau untuk mengingat kembali informasi yang sebelumnya dapat diakses atau kejadian-kejadian masa lalu dari kehidupan seseorang. Penyebab amnesia mencakup mencakup operasi otak, hipoksia atau kehilangan oksigen di otak secara mendadak, infeksi atau penyakit otak, infarktus atau penyumbatan pada pembuluh darah yang menyalurkan darah ke otak, serta penggunaan yang kronis dan berat zat-zat psikoaktif tertentu.
B. Gangguan Psikologis yang Terkait dengan Penuaan
Banyak perubahan psikologis yang terjadi sejalan dengan penuaan. Perubahan dalam metabolisme kalsium mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan meningkatkan risiko parah apabila sampai terjatuh. Kulit tumbuh kurang elastis, menyebabkan keriput dan lipatan, indra jadi kurang tajam, sehingga orang tua kurang dapat melihat dan mendengar secara akurat. Orang lanjut usia butuh waktu lebih lama untuk berespons terhadap stimulus, baik ketika mereka mengemudi maupun saat melakukan tes intelegensi. Di bawah ini ada beberpa gangguan psikologi yang terkait dengan penuaan, antara lain:
1.      Gangguan kecemasan dan penuaan
Gangguan kecemasan merupakan jenis gangguan mental yang paling umum menyerang orang tua. Gangguan kecemasan yang paling sering terjadi pada orang lanjut usia adalah gangguan kecemasan menyeluruh dan gangguan fobia. Gangguan kecemasan menyeluruh mungkin timbul dari persepsi bahwa orang tersebut kehilangan kendali atas kehidupannya, yang mungkin berkembang pada masa kehidupan lanjut ketika orang itu berusaha melawan penyakitnya, kehilangan teman-teman dan orang yang dicintai,  serta mengalami penurunan kesempatan dalam hal ekonomi. Obat penenang ringan seperti benzodiazepine,  biasanya digunakan untuk mengatasi kecemasan pada orang usia lanjut.
2.      Depresi dan penuaan
Depresi pada masa tua dihubungkan dengan tingkat penurunan fisik yang lebih cepat dan tingkat mortalitas yang tinggi. Orang-orang lanjut usia sangat rentan terhadap depresi yang disebabkan oleh stres dalam menghadapi perubahan-perubahan kehidupan yang berhubungan dengan apa yang dahulu disebut sebagai tahun emas-pensiun, penyakit atau ketidakmampuan fisik, penempatan dalam panti jompo, kematian pasangan, saudara kandung, teman lama, dan kenalan-kenalan, atau kebutuhan untuk merawat pasangan yang kesehatannya menurun.
3.      Gangguan tidur dan penuaan
Gangguan tidur terutama insomnia umumnya terjadi pada orang lanjut usia. Orang lebih cenderung mengalami gangguan tidur saat mereka tua, hal ini mungkin disebabkan adanya depresi, kecemasan, faktor-faktor psikososial, seperti kesepian dan kesulitan yang terkait dengan tidur itu sendiri. Disfungsi kognitif, seperti perhatian yang berlebihan terhadap dampak-dampak negatif dari kurangnya tidur dan persepsi keputusan serta ketidakberdayaan dalam mengendalikan tidur, hal-hal tersebut dapat memainkan peran dalam memunculkan insomnia pada orang lanjut usia. Penenang ringan sering digunakan untuk merawat insomnia pada orang yang usia lanjut. Namun, masalah-masalah seperti ketergantungan dan simtom putus zat haruslah diperhatikan untuk penggunaan obat jangka panjang.
4.      Demensia tipe alzheimer
Penyakit alzheimer (AD) merupakan penyakit otak degeneratif yang menyebabkan bentuk demensia yang progresif dan tidak dapat diperbaiki, yang ditandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif lainnya. Orang-orang yang berusia lanjut mengeluh tidak dapat mengingat nama-nama seperti apa yang diingatnya dahulu. Meskipun lupa yang ringan mungkin mengkhawatirkan orang-orang, hal ini tidak akan mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan mereka.
a)      Diagnosis, didasarkan pada proses pengecualian dan hanya diberikan ketika kemungkinan penyebab lain dari demensia dihilangkan. Diagnosis untuk mengkonfirmasi AD dapat dibuat hanya berdasar pemeriksaan terhadap jaringan otak melalui biopsi atau autopsi. Namun, biopsi jarang dilakukan karena adanya risiko hemoragi atau infeksi.
b)      Ciri-ciri penyakit alzheimer, tahap awal dari penyakit ini ditandai oleh masalah-masalah keterbatasan ingatan dan perubahan kepribadian yang tidak kentara. Orang-orang dengan AD dalam tingkat keparahan sedang mungkin tidak dapat memilih pakaian untuk musim atau acara tertentu. Sejumlah orang yang menderita AD tidak menyadari kekurangan mereka. Hendaya kognitif menjadi semakin parah ketika penyakit berkembang. Orang yang menderita AD dengan tingkat keparahan sedang mungkin akan mulai berjalan dengan langkah yang lebih pendek atau lebih pelan. Orang-orang yang menderita AD tingkat lanjut akan mulai berbicara dengan diri mereka sendiri atau mengalami halusinasi visual atau bahkan waham paranoid. Pada tingkat yang paling parah, fungsi kognitif menurun hingga derajat dimana orang tersebut menjadi tidak berdaya.
c)      Faktor-faktor penyebab alzheimer, kita mengetahui bahwa plak atau semacam gumpalan serat besi yang terbentuk di otak yang menderita penyakit alzheimer, terdiri dari material yang disebut dengan beta amyloid yang terdiri dari fragmen-fragmen protein yang berserat. Alzheimer mungkin menyebabkan mutasi genetis, fragmen-fragmen tersebut terpisah dari protein yang lebih besar selama metabolisme dan  berkumpul bersama dalam ikatan yang menarik sisa-sisa sel-sel saraf lainnya hingga membentuk plak. Plak-plak tersebut mungkin bertanggungjawab atas musnahnya jaringan-jaringan otak yang berdekatan, menyebabkan kematian sel-sel otak yang membentang di daerah otak yang luas, yang pada gilirannya akan menyebabkan hilangnya ingatan, kebingungan, dan simtom-simtom lain dari penyakit.
d)      Penanganan alzheimer, penanganan alzheimer dengan menggunakan obat-obatan, dimana obat-obatan ini semuanya bekerja dengan menghambat pemecahan Ach, yang meningkatkan ketersediaan dari zat-zat kimia di otak. Obat-obat ini hanya bisa memperlambat perkembangan penyakit. Selain menggunakan obat-obatan AD dapat ditangani dengan intervensi psikososial, seperti program pelatihan ingatan. Ibuprofen mungkin mengurangi risiko AD dengan mengurangi radang otak yang dihubungkan dengan penyakit AD.
5.      Demensia vaskular
Demensia vaskular adalah bentuk demensia yang merupakan akibat dari stroke yang berulang-ulang. Demensia vaskular kebanyakan menyerang orang pada usia lanjut. Demensia vaskular biasanya diakibatkan oleh stroke berganda yang terjadi pada waktu yang berbeda dan memiliki efek kumulatif pada kisaran yang luas dari kemampuan mental. Ciri-ciri demensia vaskular, demensia vaskular biasanya terjadi secara cepat dengan mengikuti tahap-tahap deteriorasi yang mencakup pola penurunan fungsi kognitif yang cepat dan diyakini  mencerminkan dampak dari stroke tambahan. Beberapa fungsi kognitif mungkin relatif tetap baik di awal serangan penyakit.
6.      Demensia akibat kondisi medis umum
a)      Demensia akibat penyakit pick, penyakit pick menyebabkan demensia progresif. Simtom-simtomnya mencakup hilangnya ingatan dan ketidaklayakan secara sosial. Penyakit pick diyakini berkontribusi pada sekitar 5% dari demensia. Penyakit ini paling banyak terjadi antara usia 50 dan 60 tahun. Risiko akan berkurang dengan meningkatnya usia setelah 70 tahun. Penyakit pick lebih banyak dialami oleh laki-laki.
b)      Demensia akibat penyakit parkinson, demensia terjadi sekitar 20% hingga 60% orang yang menderita parkinson. Penyakit parkinson ditandai oleh getaran-getaran anggota badan yang tidak terkontrol, gangguan dalam postur, dan hilangnya kontrol terhadap gerakan tubuh.
c)      Demensia akibat penyakit huntington, penyakit huntington mempengaruhi sekitar 1 dari 10.000 orang, biasanya berawal pada masa dewasa antara 30 dan 45 tahun. Laki-laki dan perempuan cenderung memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang penyakit ini. Penyakit huntington disebabkan oleh kerusakan genetis pada satu gen yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini diturunkan secara genetis.
d)      Demensia akibat penyakit HIV, demensia jarang terjadi pada orang dengan HIV yang belum berkembang menjadi AIDS sepenuhnya. Satu dari empat orang yang mengidap AIDS mengembangkan beberapa bentuk hendaya kognitif yang dapat berkembang menjadi demensia.
e)      Demensia akibat penyakit creutzfeldt-jakob, penyakit ini merupakan penyakit otak yang jarang terjadi dan fatal. Penyakit ini ditandai oleh pembentukan rongga kecil pada otak yang menyerupai lubang-lubang  pada spons. Penyakit ini biasanya menyerang orang-orang pada rentang usia 40-60 tahun. Pada sekitar 5% hingga 15% kasus terdapat bukti penularan dalam keluarga, yang mengindikasikan bahwa komponen genetis mungkin terlibat dalam menentukan kerentanan terhadap penyakit ini.
f)        Demensia akibat trauma kepala, trauma kepala dapat melukai otak. Sentakan yang keras, pukulan, atau jaringan-jaringan otak yang terpotong, biasanya karena kecelakaan atau akibat serangan adalah penyebab dari luka pada otak. Demensia progresif akibat trauma kepala lebih cenderung merupakan hasil trauma kepala berulang daripada pukulan atau trauma kepala tunggal.
Pendekatan Penanganan
1.        Delirium, mungkin akan hilang secara spontan atau apabila kondisi medis yang mendasarinya berhasil ditangani. Serta pengawasan pada lingkup rumah sakit mungkin sangat dibutuhkan.
2.        Demensia, perawatan yang tersedia untuk demensia tipe alzheimer terbatas pada obat-obatan yang mungkin memperlambat perkembangan penyakit namun tidak dapat menyembuhkannya.
3.        Gangguan amnestik, ingatan mungkin kembali secara spontan atau dengan perawatan yang efektif terhadap kondisi yang mendasarinya.

DAFTAR PUSTAKA
Nevid S, Jeffrey., Spencer A Rathus ., dan Beverly Greeny. 2005. Psikologi 
              Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.