GANGGUAN-GANGGUAN DISSOSIATIF DAN SOMATOFORM
A.
Gangguan Dissosiatif
Gangguan
dissosiatif merupakan sebuah tipe gangguan psikologis yang melibatkan suatu
perubahan atau gangguan dalam fungsi self-identitas, memori, atau kesadaran
yang membentuk sebuah kepribadian utuh. Sementara, gangguan somatoform adalah
sebuah kelompok gangguan psikologis yang melibatkan keluhan akan simtom-simtom
fisik yang diyakini merefleksikan konflik atau isu psikologis yang
mendasarinya. Pada DSM versi awal, gangguan dissosiatif dan konversi
dikelompokkan bersama dengan gangguan kecemasan di bawah kategori umum
neurosis. Peran kecemasan dalam gangguan dissosiatif dan somatoform lebih
cenderung diisyaratkan dan bukan diekspresikan dalam perilaku. Orang dengan
gangguan dissosiatif mungkin tidak akan menunjukkan kecemasannya terlihat
jelas. Saat ini DSM memisahkan gangguan kecemasan dari kategori neurosis
lainnya, seperti gangguan dissosiatif dan somatoform, yang sebelumnya
dihubungkan secara historis.
Ciri-Ciri Diagnostik Gangguan Identitas Dissosiatif
a.
Sedikitnya dua kepribadian yang berbeda
ada dalam diri seseorang, dimana masing-masing memiliki pola yang relatif kekal
dan berbeda dalam memersepsikan, memikirkan, dan berhubungan dengan lingkungan
serta self.
b.
Dua atau lebih dari kepribadian ini
secara berulang memanggil kontrol penuh atas perilaku individu itu.
c.
Ada kegagalan untuk mengingat kembali
informasi pribadi penting yang terlalu substansial untuk dianggap sebagai lupa
biasa.
d.
Gangguan ini tidak dianggap terjadi
karena efek zat psikoaktif atau kondisi medis umum.
Faktor Penyebab Gangguan Dissosiatif
a.
Faktor biologis, belum diketahui.
b.
Faktor lingkungan sosial, penyiksaan
fisik atau seksual di masa kecil (pada gangguan identitas dissosiatif) dan
pengalaman traumatis lain, seperti trauma peperangan (pada amnesia dissosiatif
dan fugue dissosiatif)
c.
Faktor behavioral, kemungkinan adanya
reinforcement (perhatian) untuk menampilkan peran sosial dari kepribadian
ganda.
d.
Faktor emosional dan kognitif, terbebas
dari kecemasan dengan memisahkan diri secara psikologis dari emosi atau ingatan
yang mengganggu.
Tipe-Tipe Gangguan Dissosiatif
1.
Gangguan
depersonalisasi
Depersonalisasi
mencakup kehilangan atau perubahan temporer dalam perasaan yang biasa mengenai
realitas diri sendiri. Dalam suatu tahap depersonalisasi, orang akan merasa
terpisah dari dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Derealisasi adalah
suatu perasaan tidak nyata mengenai dunia luar yang mencakup perubahan yang
aneh dalam persepsi mengenai lingkungan sekitar, atau dalam perasaan mengenai
periode waktu juga dapat muncul. Gangguan depersonalisasi didiagnosis hanya
bila pengalaman-pengalaman dialami secara persisten atau berulang kali terjdi
dan menimbulkan stres yang jelas (Steinberg, 1991). Depersonalisasi lebih erat
kaitannya dengan fobia dan panik. Depersonalisasi dapat menimbulkan kecemasan
dan selanjutnya akan menimbulkan perilaku menghindar.
2.
Gangguan
identitas dissosiatif
Munculnya
dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Ciri-cirinya, kepribadian alter akan
memegang kontrol dan sejumlah kasus melaporkan karakteristik-karakteristik
fisiologis yang berbeda dari kepribadian alter.
3.
Amnesia
dissosiatif
Ketidakmampuan
untuk mengingat kembali materi ingatan pribadi penting yang tidak dapat
dijelaskan oleh penyebab medis. Ciri-cirinya, informasi yang hilang dari
ingatan biasanya adalah pengamatan yang traumatis atau penuh tekanan dan
subtipenya mencakup amnesia terlokalisasi, amnesia selektif, dan amnesia
menyeluruh.
4.
Fugue
dissosiatif
Amnesia
dalam pelarian, orang tersebut melakukan perjalanan ke lokasi baru dan tidak
dapat mengingat informasi pribadi atau melaporkan masa lalu yang penuh dengan
informasi yang salah namun tidak disadari sebagai suatu yang salah.
Ciri-cirinya, orang tersebut mungkin bingung mengenai identitas pribadinya atau
mengasumsikan sebuah identitas yang baru dan orang tersebut mungkin memulai
sebuah keluarga atau bisnis baru.
Ciri-ciri
diagnostik dari gangguan depersonalisasi, yaitu:
a.
Pengalaman yang berulang atau persisten
dari depersonalisasi yang ditandai oleh perasaan terpisah dari proses mental
atau tubuh seseorang, seolah-olah seseorang menjadi pengamat dari luar dirinya
sendiri. Pengalaman-pengalaman ini dapat memiliki karakterisik, seperti mimpi.
b.
Individu tersebut mampu mempertahankan
pengujian realitas saat keadaan depersonalisasi.
c.
Pengalaman depersonalisasi menyebabkan
distres atau prbadi yang signifikan pada satu atau lebih area fungsi yang
penting, seperti pekerjaan.
d.
Pengalaman depersonalisasi tidak dapat
dimasukkan ke dalam gangguan lain atau tidak merupakan efek langsung dari
obat-obatan, alkohol, atau kondisi medis.
Penanganan Gangguan Dissosiatif
Psikoanalisis
berusaha membantu orang yang menderita gangguan identitas dissosiatif untuk
mengungkapkan dan belajar mengatasi trauma-trauma masa kecil. Mereka sering merekomendasikan untuk
membangun kontak langsung dengan kepribadian-kepribadian alter (Burton &
Lane, 2001). Setiap dan semua kepribadian dapat diyakini bahwa terapis akan
membantu mereka untuk memahami kecemasan mereka dan untuk membangkitkan pengalaman
traumatis mereka secara aman dan menjadikan pengalaman-pengalaman tersebut
dapat disadari.
a.
Penanganan biomedis, terapi obat (tipe
antidepresan-SSRI) dapat membantu menangani gangguan depersonalisasi.
b.
Terapi psikodinamika, untuk gangguan
identitas dissosiatif, terapi psikoanalitik dapat digunakan untuk mendapatkan
integrasi kembali dari kepribadian.
B. Gangguan Somatoform
Dalam
gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan
sebagai penyebabnya. Simtio-simtom itu dapat merefleksikan faktor atau konflik
psikologis. Gangguan somatoform berbeda dengan malingering atau kepura-puraan
simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan tersebut juga
berbeda dengan gangguan factitious, yang bentuk paling umumnya adalah simtom
munchausen. Munchausen adalah suatu bentuk penyakit yang dibuat-buat dimana
orang tersebut berpura-pura sakit atau membuat dirinya sendiri menjadi sakit.
Somatoform adalah suatu kelompok gangguan yg ditandai oleh keluhan tentang
masalah atau simtom fisik yg tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan
fisik.
Faktor Penyebab Gangguan Somatoform
a.
Faktor biologis, kemungkinan pengaruh
genetis (gangguan somatisasi).
b.
Faktor lingkungan sosial, sosialisasi
terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit, yang
dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c.
Faktor perilaku, terbebas dari tanggung
jawab yang biasa atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau yang
menyebabkan kecemasan. Adanya reinforcement untuk menampilkan peran sakit.
Serta perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan
dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.
d.
Faktor emosi dan kognitif, salah
interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis). Dalam teori Freudian tradisional, energi
psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak dapat diterima dan
dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi). Serta menyalahkan
kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategi
self-handicapping (hipokondriasis).
Tipe-Tipe Gangguan Somatoform
1.
Gangguan
konversi
Perubahan
atau hilangnya fungsi fisik tanpa penyebab medis. Ciri-cirinya, muncul dalam
konteks konflik atau pengalaman penuh tekanan, yang memberikan keyakinan akan
penyebab psikologis. Dan dapat diasosiasikan dengan ketidakpedulian pada simtom.
2.
Hipokondriasis
Terpaku
pada keyakinan bahwa dirinya menderita sakit yang serius. Ciri-cirinya,
ketakutan yang terus ada meski sudah diyakinkan oleh medis. Dan kecenderungan
untuk menginterpretasikan sensasi fisik atau sakit serta nyeri sedikit sebagai
tanda dari sakit yang serius.
3.
Gangguan
somatisasi
Berbagai
keluhan yang muncul berulang mengenai simtom fisik yang tidak ada dasar organis
yang jelas. Ciri-cirinya adalah simtom menimbulkan kunjungan medis ynag sering
atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.
4.
Gangguan
dismorfik tubuh
Terpaku
pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau yang dilebih-lebihkan. Ciri-cirinya,
seseorang dapat meyakini bahwa orang lain kurang memikirkan dirinya karena
kerusakan yang dipersepsikannya. Dan orang tersebut dapat terlibat dalam
perilaku kompulsif, seperti berdandan yang berlebihan, yang bertujuan untuk
memperbaiki kekurangan yang dipersepsikannya.
Pendekatan Penanganan Somatoform
1.
Pendekatan
biomedis
Penggunaan
antidepresan yang terbatas dalam menangani hipokondriasis.
2.
Terapi
kognitif-behavioral
Dapat
berfokus pada menghilangnya sumber-sumber reinforcement sekunder (keuntungan
sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan
memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau
penampilan seseorang.
3.
Terapi
psikodinamika
Berorientasi
pada pemahaman terhadap pemahaman yang dapat ditujukan untuk
mengidentifikasikan dan mengenali konflik-konflik tidak sadar yang
mendasarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Nevid S, Jeffrey., Rathus A,
Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi
Abnormal Jilid1. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar