Selasa, 02 April 2013

Dissosiatif & Somatoform


GANGGUAN-GANGGUAN DISSOSIATIF DAN SOMATOFORM

A. Gangguan Dissosiatif
Gangguan dissosiatif merupakan sebuah tipe gangguan psikologis yang melibatkan suatu perubahan atau gangguan dalam fungsi self-identitas, memori, atau kesadaran yang membentuk sebuah kepribadian utuh. Sementara, gangguan somatoform adalah sebuah kelompok gangguan psikologis yang melibatkan keluhan akan simtom-simtom fisik yang diyakini merefleksikan konflik atau isu psikologis yang mendasarinya. Pada DSM versi awal, gangguan dissosiatif dan konversi dikelompokkan bersama dengan gangguan kecemasan di bawah kategori umum neurosis. Peran kecemasan dalam gangguan dissosiatif dan somatoform lebih cenderung diisyaratkan dan bukan diekspresikan dalam perilaku. Orang dengan gangguan dissosiatif mungkin tidak akan menunjukkan kecemasannya terlihat jelas. Saat ini DSM memisahkan gangguan kecemasan dari kategori neurosis lainnya, seperti gangguan dissosiatif dan somatoform, yang sebelumnya dihubungkan secara historis.
 Ciri-Ciri Diagnostik Gangguan Identitas Dissosiatif
a.       Sedikitnya dua kepribadian yang berbeda ada dalam diri seseorang, dimana masing-masing memiliki pola yang relatif kekal dan berbeda dalam memersepsikan, memikirkan, dan berhubungan dengan lingkungan serta self.
b.      Dua atau lebih dari kepribadian ini secara berulang memanggil kontrol penuh atas perilaku individu itu.
c.       Ada kegagalan untuk mengingat kembali informasi pribadi penting yang terlalu substansial untuk dianggap sebagai lupa biasa.
d.      Gangguan ini tidak dianggap terjadi karena efek zat psikoaktif atau kondisi medis umum.
Faktor Penyebab Gangguan Dissosiatif
a.       Faktor biologis, belum diketahui.
b.      Faktor lingkungan sosial, penyiksaan fisik atau seksual di masa kecil (pada gangguan identitas dissosiatif) dan pengalaman traumatis lain, seperti trauma peperangan (pada amnesia dissosiatif dan fugue dissosiatif)
c.       Faktor behavioral, kemungkinan adanya reinforcement (perhatian) untuk menampilkan peran sosial dari kepribadian ganda.
d.      Faktor emosional dan kognitif, terbebas dari kecemasan dengan memisahkan diri secara psikologis dari emosi atau ingatan yang mengganggu.
Tipe-Tipe Gangguan Dissosiatif
1.      Gangguan depersonalisasi
Depersonalisasi mencakup kehilangan atau perubahan temporer dalam perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri. Dalam suatu tahap depersonalisasi, orang akan merasa terpisah dari dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Derealisasi adalah suatu perasaan tidak nyata mengenai dunia luar yang mencakup perubahan yang aneh dalam persepsi mengenai lingkungan sekitar, atau dalam perasaan mengenai periode waktu juga dapat muncul. Gangguan depersonalisasi didiagnosis hanya bila pengalaman-pengalaman dialami secara persisten atau berulang kali terjdi dan menimbulkan stres yang jelas (Steinberg, 1991). Depersonalisasi lebih erat kaitannya dengan fobia dan panik. Depersonalisasi dapat menimbulkan kecemasan dan selanjutnya akan menimbulkan perilaku menghindar.
2.      Gangguan identitas dissosiatif
Munculnya dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Ciri-cirinya, kepribadian alter akan memegang kontrol dan sejumlah kasus melaporkan karakteristik-karakteristik fisiologis yang berbeda dari kepribadian alter.
3.      Amnesia dissosiatif
Ketidakmampuan untuk mengingat kembali materi ingatan pribadi penting yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab medis. Ciri-cirinya, informasi yang hilang dari ingatan biasanya adalah pengamatan yang traumatis atau penuh tekanan dan subtipenya mencakup amnesia terlokalisasi, amnesia selektif, dan amnesia menyeluruh.
4.      Fugue dissosiatif
Amnesia dalam pelarian, orang tersebut melakukan perjalanan ke lokasi baru dan tidak dapat mengingat informasi pribadi atau melaporkan masa lalu yang penuh dengan informasi yang salah namun tidak disadari sebagai suatu yang salah. Ciri-cirinya, orang tersebut mungkin bingung mengenai identitas pribadinya atau mengasumsikan sebuah identitas yang baru dan orang tersebut mungkin memulai sebuah keluarga atau bisnis baru.
Ciri-ciri diagnostik dari gangguan depersonalisasi, yaitu:
a.       Pengalaman yang berulang atau persisten dari depersonalisasi yang ditandai oleh perasaan terpisah dari proses mental atau tubuh seseorang, seolah-olah seseorang menjadi pengamat dari luar dirinya sendiri. Pengalaman-pengalaman ini dapat memiliki karakterisik, seperti mimpi.
b.      Individu tersebut mampu mempertahankan pengujian realitas saat keadaan depersonalisasi.
c.       Pengalaman depersonalisasi menyebabkan distres atau prbadi yang signifikan pada satu atau lebih area fungsi yang penting, seperti pekerjaan.
d.      Pengalaman depersonalisasi tidak dapat dimasukkan ke dalam gangguan lain atau tidak merupakan efek langsung dari obat-obatan, alkohol, atau kondisi medis.
Penanganan Gangguan Dissosiatif
Psikoanalisis berusaha membantu orang yang menderita gangguan identitas dissosiatif untuk mengungkapkan dan belajar mengatasi trauma-trauma masa kecil.  Mereka sering merekomendasikan untuk membangun kontak langsung dengan kepribadian-kepribadian alter (Burton & Lane, 2001). Setiap dan semua kepribadian dapat diyakini bahwa terapis akan membantu mereka untuk memahami kecemasan mereka dan untuk membangkitkan pengalaman traumatis mereka secara aman dan menjadikan pengalaman-pengalaman tersebut dapat disadari.
a.       Penanganan biomedis, terapi obat (tipe antidepresan-SSRI) dapat membantu menangani gangguan depersonalisasi.
b.      Terapi psikodinamika, untuk gangguan identitas dissosiatif, terapi psikoanalitik dapat digunakan untuk mendapatkan integrasi kembali dari kepribadian.
B. Gangguan Somatoform
Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Simtio-simtom itu dapat merefleksikan faktor atau konflik psikologis. Gangguan somatoform berbeda dengan malingering atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan tersebut juga berbeda dengan gangguan factitious, yang bentuk paling umumnya adalah simtom munchausen. Munchausen adalah suatu bentuk penyakit yang dibuat-buat dimana orang tersebut berpura-pura sakit atau membuat dirinya sendiri menjadi sakit. Somatoform adalah suatu kelompok gangguan yg ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simtom fisik yg tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik.
Faktor Penyebab Gangguan Somatoform
a.       Faktor biologis, kemungkinan pengaruh genetis (gangguan somatisasi).
b.      Faktor lingkungan sosial, sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit, yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c.       Faktor perilaku, terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau yang menyebabkan kecemasan. Adanya reinforcement untuk menampilkan peran sakit. Serta perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d.      Faktor emosi dan kognitif, salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis). Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak dapat diterima dan dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi). Serta menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategi self-handicapping (hipokondriasis).
Tipe-Tipe Gangguan Somatoform
1.      Gangguan konversi
Perubahan atau hilangnya fungsi fisik tanpa penyebab medis. Ciri-cirinya, muncul dalam konteks konflik atau pengalaman penuh tekanan, yang memberikan keyakinan akan penyebab psikologis. Dan dapat diasosiasikan dengan ketidakpedulian pada simtom.
2.      Hipokondriasis
Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita sakit yang serius. Ciri-cirinya, ketakutan yang terus ada meski sudah diyakinkan oleh medis. Dan kecenderungan untuk menginterpretasikan sensasi fisik atau sakit serta nyeri sedikit sebagai tanda dari sakit yang serius.
3.      Gangguan somatisasi
Berbagai keluhan yang muncul berulang mengenai simtom fisik yang tidak ada dasar organis yang jelas. Ciri-cirinya adalah simtom menimbulkan kunjungan medis ynag sering atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.
4.      Gangguan dismorfik tubuh
Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau yang dilebih-lebihkan. Ciri-cirinya, seseorang dapat meyakini bahwa orang lain kurang memikirkan dirinya karena kerusakan yang dipersepsikannya. Dan orang tersebut dapat terlibat dalam perilaku kompulsif, seperti berdandan yang berlebihan, yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan yang dipersepsikannya.
Pendekatan Penanganan Somatoform
1.      Pendekatan biomedis
Penggunaan antidepresan yang terbatas dalam menangani hipokondriasis.
2.      Terapi kognitif-behavioral
Dapat berfokus pada menghilangnya sumber-sumber reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang.
3.      Terapi psikodinamika
Berorientasi pada pemahaman terhadap pemahaman yang dapat ditujukan untuk mengidentifikasikan dan mengenali konflik-konflik tidak sadar yang mendasarinya.
DAFTAR PUSTAKA

Nevid S, Jeffrey., Rathus A, Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi 
Abnormal Jilid1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar