Selasa, 02 April 2013

Depresi & Bunuh Diri


GANGGUAN DEPRESI/MOOD DAN BUNUH DIRI

A. Gangguan Mood
Mood adalah kondisi perasaan yang terus ada dan mewarnai kehidupan psikologis seseorang. Gangguan mood terjadi dalam kondisi yang luar biasa parah atau berlangsung lama dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal.
Tipe-Tipe Gangguan Mood:
1.      Gangguan-gangguan depresi (gangguan unipolar)
Ø  Gangguan depresi mayor (episode-episode dari depresi berat), terjadinya satu atau lebih periode atau episode depresi tanpa adanya riwayat terjadinya episode manik atau hipomanik alami. Umumnya orang yang pernah mengalami depresi mayor akan dapat kambuh lagi di antara periode normal atau kemungkinan mengalami hendaya pada fungsi-fungsi tertentu. Orang yang memiliki gangguan depresi mayor akan memiliki masalah tidur, selera makan yang buruk, kehilangan atau bertambah berat badan secara mencolok, dan akan menjadi gelisah secara fisik, atau akan menunjukkan lambatnya aktivitas motorik mereka. Ciri-ciri gangguan depresi mayor:
ü  Perubahan pada kondisi emsional,
ü  Perubahan dalam motivasi,
ü  Perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik,
ü  Perubahan kognitif.
Ø  Gangguan distimik, pola depresi ringan yang terjadi dalam suatu rentang waktu (orang dewasa) yang biasanya akan dialami dalam beberapa tahun (lama). Orang dengan gangguan distimik akan merasakan spirit yang buruk atau keterpurukan sepanjang waktu. Ciri-ciri:
ü  Perasaan terpuruk sepanjang waktu, namun tidak seberat orang dengan depresi mayor,
ü  Depresi ganda ditandai dengan episode depresi mayor yang muncul saat terjadinya distimia.
2.      Gangguan-gangguan perubahan mood
Ø  Gangguan bipolar, gangguan yang disertai satu atau lebih episode manik atau hipomanik (mood yang melambung dan hiperaktivitas) dimana penilaian dan tingkah laku akan mengalami perbedaan. Perubahan mood antara rasa girang dan depresi. Gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 tipe umum, yaitu gangguan bipolar 1 dan gangguan bipolar 2 (APA, 2000). Pada gangguan bipolar 1 orang akan manik secara penuh. Sedangkan pada gangguan bipolar 2, seseorang akan mengalami satu atau lebih episode-episode depresi mayor dan paling tidak satu episode hipomanik. Episode manik, selama dalam satu episode manik, seseorang akan mengalami evalasi atau ekspansi mood yang tiba-tiba dan merasakan kegembiraan, euforia, atau optimisme yang tidak biasa. Ciri-ciri:
ü  Dua subtipe umum adalah gangguan bipolar 1 dan 2,
ü  Pada siklus yang cepat maniak dan depresi mayor secara bergantian tanpa ada periode mood normal yang mengantarnya.
Ø  Gangguan siklotimik, gangguan mood yang kronis meliputi beberapa episode hipomanik dan beberapa periode mood tertekan atau hilangnya minat atau kesenangan pada kegiatan-kegiatan, tetapi tingkat keparahannya tidak sampai memenuhi kriteria sebagai episode depresi mayor. Perubahan mood yang lebih ringan daripada gangguan bipolar. Gangguan siklotimik biasanya bermula pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa dan berlangsung selama bertahun-tahun. Beberapa bentuk dari gangguan siklotimik dapat mewakili suatu tipe gangguan bipolar awal yang ringan. Kira-kira 33% orang dengan gangguan siklotimik pada akhirnya akan mengembangkan menuju gangguan bipolar, suatu gambaran yang kira-kira 33 kali lebih besar dibanding pada populasi umum (USDHHS, 1999a). Ciri-ciri:
ü  Pola perubahan kondisi mood yang kronis dan bersiklus dari episode-episode hipomanik ke dalam keadaan depresi ringan,
ü  Periode yang sering dari mood yang depresi atau kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas, namun tidak pada taraf keparahan.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Gangguan Mood:
1. Faktor-faktor biologis:
Ø  Predisposisi genetis,
Ø  Fungsi neurotransmiter yang terganggu,
Ø  Abnormalitas pada bagian otak yang akan mengatur kondisi mood, dan
Ø  Keterlibatan sistem endokrin yang memungkinkan dalam kondisi mood.
2. Faktor-faktor lingkungan-sosial, peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan, misalnya kehilangan seseorang yang dicintai atau lama menganggur.
3.   Faktor-faktor behavioral:
Ø  Kurangnya reinforcement, dan
Ø  Interaksi yang negatif dengan orang lain sehingga dapat menghasilkan penolakan.
     4.    Faktor-faktor emosional dan kognitif
Ø  Dalam teroi psikoanalisis klasik, kemarahan diarahkan ke dalam,
Ø  Kesulitan emosional dalam melakukan coping atas kehilangan orang yang dikasihi,
Ø  Kurangnya makna atau tujuan dalam kehidupan,
Ø  Cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif, atau suatu gaya atribusional yang cenderung ke dalam depresi.
Penanganan Gangguan Mood:
1)      Pendekatan psikodinamika
Dalam pendekatan psikodinamika, kebanyakan yang digunakan adalah psikodinamika tradisional yang bertujuan untuk membantu orang yang depresi agar dapat memahami perasaan mereka yang ambivalen terhadap orang-orang (objek) penting dalam hidup mereka yang telah hilang atau terancam akan hilang. Psikodinamika tradisional dapat menghabiskan waktu selama bertahun-tahun untuk mengungkap dan menghadapi konflik-konflik yang tidak disadari. Sedangkan psikodinamika modern juga berfokus pada konflik-konflik yang tidak disadari, namun secara lebih langsung, relatif singkat, dan berfokus pada hubungan-hubungan yang penuh dengan konflik di masa kini maupun masa yang akan datang. Salah satu bentuk terapi yang dapat digunakan berdasarkan pendekatan psikodinamika adalah psikoterapi interpersonal (IPT). IPT adalah suatu bentuk singkat dari terapi (biasanya tidak lebih dari 9 hingga 12 bulan) yang berfokus pada hubungan interpersonal klien saat ini. IPT berbeda dengan psikodinamika tradisional. IPT membantu klien dalam menghadapi reaksi kesedihan yang tidak terselesaikan atau yang mengganggu setelah kematian orang yang dicintai dan juga konflik-konflik peran dalam hubungan saat ini. Terapis akan membantu klien untuk mengekspresikan kesedihannya dan menghadapi rasa kehilangannya sambil membimbing mereka dalam mengembangkan aktivitas-aktivitas dan hubungan-hubungan yang baru untuk memperbaruhi kehidupan mereka. Terapis juga membantu klien dalam mengidentifikasi area-area konflik dalam hubungan mereka saat ini, memahami isu-isu yang mendasarinya, dan mempertimbangkan cara-cara untuk menyelesaikannya.
2)      Pendekatan behavioral
Pendekatan penanganan behavioral beranggapan bahwa perilaku depresi itu dipelajari dan dapat dihilangkan. Terapis perilaku bertujuan secara langsung dalam memodifikasi perilaku dan bukan untuk menumbukan kesadaran terhadap kemungkinan penyebab yang tidak disadari dari perilaku-perilaku ini. Terapi behavioral memerlukan waktu penanganan yang singkat.
3)      Pendekatan kognitif-behavioral
Untuk membantu klien memperbaiki cara berpikir yang terdistorsi, mengembangkan respons coping yang lebih efektif, dan menambah tingkat reinforcement yang positif.
4)      Pendekatan kognitif
Terapi kognitif berfokus untuk membantu orang dengan depresi belajar untuk menyadari dan mengubah pola berpikir mereka yang disfungsional. Terapi kognitif memerlukan waktu yang relatif singkat, biasanya 14 hingga 16 sesi mingguan.
5)      Terapi interpersonal
Terapi interpersonal digunakan untuk menyelesaikan masalah interpersonal dari reaksi duka yang terus-menerus.
6)      Pendekatan biologis
Pendekatan-pendekatan biologis yang umum untuk menangani gangguan mood melibatkan penggunaan obat-obatan antidepresan, seperti tricylic antidepresants (TCAs), monoamine oxidase (MAO), inhibitors, dan selective serotonin-reuptake inhibitors (SSRIs). Semua obat-obantan ini dapat meningkatkan fungsi otak dan juga fungsi neurotransmiter. Antidepresan cenderung memiliki efek tunda, biasanya membutuhkan beberapa minggu penanganan sebelum suatu manfaat terapeutik dapat dicapai.  Efek samping potensial dari tricylic dan MAO inhibitors mencakup mulut kering, kemunduran psikomotor, konstipasi, pandangan yang kabur, hambatan dalam pembuangan urine, paralytic ileus (suatu kelumpuhan dari usus besar yang dapat mengganggu perjalanan dari isi usus), kebingungan, delirium, dan komplikasi kardiovaskular, seperti tekanan darah yang menurun.
7)      Penanganan obat untuk gangguan bipolar
Pengobatan yang paling luas dipakai untuk menangani gangguan bipolar adalah obat litium karbonat, yaitu bentuk bubuk litium berelemen metalik. Litium efektif untuk menstabilkan mood orang yang menderita gangguan bipolar dan untuk mengurangi episode-episode kambuh dari maniak dan depresi. Litium pada umumnya akan lebih efektif jika digunakan untuk menangani simptom-simptom manik daripada depresi. Orang dengan gangguan bipolar perlu menggunakan litium secara terus-menerus untuk mengontrol perubahan mood-nya. Litium diberikan secara oral dalam bentuk garam mineral alami atau litium karbonat. Pengobatan dengan menggunakan litium harus dimonitor secara ketat, dikarenakan adanya efek beracun yang potensial serta efek samping lainnya. Litium dapat menyebabkan hendaya ringan dalam ingatan, penambahan berat badan, kelesuan dan kepeningan, menyebabkan suatu penurunan umum dari fungsi motorik, dapat mengahsilkan distres gastrointestinal, dan menyebabkan masalah pada liver/hati dalam jangka waktu yang panjang.
8)      Terapi elektrokonvulsif (terapi kejutan)
Terapi elektrokonvulsif melibatkan pengaliran arus listrik ke kepala, tegangan arus listrik antara 70-130 volt digunakan untuk menginduksi suatu konvulsi yang serupa dengan dengan epilepsi grand mal. Terapi ini biasanya diberikan dalam suatu rangkaian 6-12 kali penanganan yang didistribusikan dalam suatu rangkaian tiga kali per minggu atau selama beberapa minggu. Terapi elektrokonvulsif  menghasilkan perbaikan yang signifikan untuk sekitar 50% hingga 60% orang dengan gangguan depresi mayor yang telah gagal berespons pada pengobatan antidepresan. Terapi elektrokonvulsif memproduksi semacam perubahan kimiawi dan elektrikal yang besar dalam tubuh yang sulit ditunjukkan secara tepat bagaimana mekanisme dari aksi terapeutiknya. Kemungkinannya terapi elketrokonvulsif bekerja dengan cara menormalkan tingkat kerja otak dari neurotransmiter tertentu. Terapi elektrokonvulsif dapat diberikan baik pada kedua belahan otak atau hanya pada salah satu belahan otak.
B. Bunuh Diri
            Perilaku bunuh diri bukanlah suatu gangguan psikologis, tetapi sering merupakan ciri atau simptom dari gangguan psikologis yang mendasarinya, biasanya adalah gangguan mood. Bunuh diri adalah penyebab kematian utama yang ketiga di antara orang-orang yang berusia 15-24 tahun di Amerika Serikat, setelah kasus kecelakaan yang tidak disengaja dan pembunuhan. Angka bunuh diri di antara remaja dan dewasa muda naik hampir tiga kali lipat pada periode 1952-1995. Angka bunuh diri meningkat pada orang dewasa yang berumur 65 tahun dan lebih, terutama pada pria yang berkulit putih yang lanjut usia (USDHHS, 1999a). Lebih banyak wanita yang mencoba untuk bunuh diri, namun lebih banyak pria yang sukses melakukan bunuh diri. Pria lebih sukses dalam melakukan bunuh diri dikarenakan mereka cenderung untuk memilih tindakan yang lebih cepat dan alat yang lebih mematikan. Faktor lain yang menyebabkan para pria lebih sukses dalam melakukan bunuh diri dikarenakan adanya fakta bahwa pria lebih cenderung untuk memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat dan lebih cenderung untuk tidak memiliki anak di rumah. Begitu juga dengan orang yang berkulit putih berperan hingga dua kali lipat dalam melakukan bunuh diri dibandingkan dengan orang berkulit hitam.
            Orang yang mengalami gangguan bipolar, mood, panik, skizofrenia, dan lain sebagainya pada akhirnya orang-orang tersebut akan melakukan bunuh diri. Akan tetapi, tidak semua bunuh diri terkait dengan gangguan psikologis. Sejumlah orang yang menderita penyakit fisik yang sangat menyakitkan dan tanpa adanya harapan untuk mencari pelarian dari penderitaan mereka dengan cara mengakhiri hidup mereka. Percobaan bunuh diri sering kali terjadi dalam upaya merespons terhadap peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan. Orang yang mempertimbangkan bunuh diri pada saat stres kemungkinan kurang memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dan kurang dapat menemukan cara-cara alternatif untuk coping dengan stresor yang mereka hadapi.
            Ada beberapa hal yang perlu diketahui seseorang saat berada dekat dengan orang lain yang mempunyai keinginan untuk melakukan bunuh diri, diantaranya:
a.       Tarik keluar orang yang mempunyai keinginan untuk bunuh diri,
b.      Bersikaplah simpatik pada orang tersebut,
c.       Sampaikan saran bahwa cara-cara lain selain bunuh diri dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya
d.      Tanyakan bagaimana orang tersebut bisa mempunyai keinginan untuk melakukan bunuh diri
e.       Ajukan pada orang tersebut untuk menemani Anda berkonsultasi dengan seorang ahli pada saa itu juga, dan
f.        Jangan katakan sesuatu seperti “kamu itu ngomong ngaco/gila” pada orang yang sedang mempunyai keinginan untuk melakukan bunuh diri.
            Orang yang bunuh diri cenderung akan menunjukkan niatnya dan beberapa orang juga sering berusaha untuk menyembunyikan niatnya, sering kali cukup eksplisit, misalnya menceritakan pada orang lain mengenai pikiran-pikiran untuk bunuh diri. Edwin Shneidman menemukan bahwa 90% dari orang-orang yang melakukan bunuh diri telah memberikan petunjuk yang jelas. Orang yang memikirkan untuk bunuh diri juga dapat secara tiba-tiba mencoba untuk memilah-milah urusan-urusan mereka. Mereka sering membeli senjata api, meskipun sebelumnya kurang tertarik pada persenjataan. Saat orang yang bermasalah memutuskan untuk melakukan bunuh diri, mereka tiba-tiba akan nampak berada dalam keadaan yang damai, mereka merasa terlepas dari keharusan untuk terbebani dengan masalah hidup yang dihadapi. Sebenarnya, prediksi bunuh diri bukan merupakan sebuah ilmu pasti, seseorang tidak dapat memprediksi kapan seseorang yang putus asa akan melakukan bunuh diri atau bahkan tidak sama sekali.


DAFTAR PUSTAKA
Nevid S, Jeffrey., Rathus A, Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi 
              Abnormal Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

           





Tidak ada komentar:

Posting Komentar