Selasa, 02 April 2013

Skizofrenia


SKIZOFRENIA DAN GANGGUAN PSIKOTIK LAINNYA

A. Sejarah Konsep Skizofrenia
Konseptualisasi modern mengenai skizofrenia sebagian besar dibentuk oleh para ahli dibawah ini, antara lain:
1.      Emil Kraepelin
Kraepelin (1856-1926), menyebut bahwa gangguan skizofrenia sebagai dementia praecox. Kraepelin menulis bahwa dementia praecox melibatkan hilangnya kesatuan di dalam diri antara pemikiran, perasaan, dan tindakan. Sindrom ini dimulai pada awal masa kehidupan, dan proses deteriorasi yang terjadi sering kali menghasilkan disintegrasi dari kepribadian yang menyeluruh. Deskripsi Kraepelin tentang dementia praecox meliputi bentuk-bentuk perilaku seperti waham, halusinasi, dan perilaku motorik yang aneh, bentuk-bentuk perilaku ini biasanya menjadi karakteristik gangguan tersebut.
2.      Eugen Bleuler
Bleuler meyakini bahwa skizofrenia dapat dikenali berdasarkan 4 ciri atau simtom primer, antara lain:
a.       Asosiasi, hubungan antara pikiran-pikiran yang menjadi terganggu.
b.      Afek (affect) atau respons emosional, individu mungkin menunjukkan hilangnya respons terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan, atau tertawa terbahak-bahak setelah mendengar anggota keluarga atau meninggal dunia.
c.       Ambivalensi, orang yang menderita skizofrenia memiliki perasaan ambivalen atau konflik terhadap orang lain.
d.      Autisme, istilah yang menjelaskan penarikan diri ke dunia fantasi pribadi yang tidak terikat oleh prinsip-prinsip logika.
3.      Kurt Schneider
Schneider meyakini bahwa kriteria dari Bleuler terlalu samar untuk tujuan diagnostik dan kriteria itu gagal untuk membedakan secara adekuat antara skizofrenia dengan gangguan lainnya. Kontribusi Schneider adalah membedakan antara ciri-ciri skizofrenia yang diyakininya sebagai inti untuk diagnosis, yang disebutnya simtom peringkat pertama dan simtom peringkat kedua, yang diyakininya tidak hanya ditemukan pada skizofrenia, namun juga pada gangguan psikosis lain dan pada gangguan nonpsikosis.
B. Skizofrenia
Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal sekitar usia 20 tahun, tepat pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju dunia luar, masa dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh. Orang yang mengidap skizofrenia semakin lama akan semakin terlepas dari masyarakat. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Skizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi terganggu. Skizofrenia menyentuh setiap aspek kehidupan bagi orang yang terkena. Distorsi persepsi dapat mempengaruhi semua lima indera, termasuk penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan sentuhan, tapi paling sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran, delusi paranoid atau aneh, atau pidato teratur dan berpikir dengan disfungsi sosial atau pekerjaan yang signifikan.
Orang dengan skizofrenia cenderung memiliki tambahan (komorbiditas) kondisi, termasuk depresi mayor dan gangguan kecemasan; terjadinya penyalahgunaan zat seumur hidup adalah sekitar 40%. Masalah sosial, seperti jangka panjang, kemiskinan pengangguran dan tunawisma, yang umum. Selanjutnya, rata-rata harapan hidup orang dengan gangguan tersebut adalah 10 sampai 12 tahun kurang daripada mereka yang tidak, karena meningkatnya masalah kesehatan fisik dan tingkat bunuh diri lebih tinggi. Skizofrenia terjadi sama pada pria dan perempuan, meskipun biasanya muncul lebih awal pada pria, usia puncak onset adalah 20-28 tahun untuk laki-laki dan 26-32 tahun untuk betina.
Prevalensi skizofrenia seumur hidup atau proporsi individu diperkirakan akan mengalami penyakit tersebut pada setiap saat dalam kehidupan mereka-umumnya diberikan pada 1%. Namun, tinjauan sistematis studi 2002 banyak ditemukan prevalensi seumur hidup 0,55%. Meskipun kebijaksanaan menerima bahwa skizofrenia terjadi pada tingkat yang sama di seluruh dunia, prevalensi bervariasi di seluruh dunia, dalam negara, dan pada tingkat lokal dan lingkungan. Salah satu temuan khususnya stabil dan ditiru telah menjadi hubungan antara yang hidup di lingkungan perkotaan dan diagnosis skizofrenia, bahkan setelah faktor-faktor seperti penggunaan narkoba, kelompok etnis dan ukuran kelompok sosial telah dikendalikan untuk. Skizofrenia dikenal menjadi penyebab utama kecacatan. Dalam sebuah penelitian 1999 dari 14 negara, psikosis aktif menduduki peringkat ketiga kondisi paling menonaktifkan setelah quadriplegia,  demensia, menjelang paraplegia, dan kebutaan.
C. Ciri-Ciri Klinis Skizofrenia
Orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial. laki-laki penderita skizofrenia tampak berbeda dengan perempuan yang mengalami gangguan ini dalam beberapa hal. Mereka cenderung mengalami onset pada usia yang lebih muda, memiliki tingkat penyesuaian diri yang lebih buruk sebelum menunjukkan tanda-tanda gangguan, dan memiliki lebih banyak hendaya kognitif, defisit tingkah laku, dan reaksi yang lebih buruk terhadap terapi obat dibandingkan dengan perempuan yang mengalami skizofrenia.
1.      Gangguan proses berpikir, delusi (ide salah yang menetap) dan gangguan-gangguan pikiran (pikiran yang tidak terorganisasi dan pembicaraan yang tidak koheren).
2.      Defisiensi perhatian, kesulitan memberikan perhatian pada stimulus yang relevan dan menyaring keluar stimulus yang tidak relevan. Gangguan perhatian mungkin berhubungan dengan tidak berfungsinya bagian subkortikal otak yang mengatur perhatian terhadap stimulus dari luar.
3.      Gangguan perseptual, halusinasi yang dapat melibatkan setiap indera. Halusinasi auditoris adalah yang paling umum terjadi. Halusinasi taktil  (seperti digelitik sensasi listrik) dan halusinasi somatis (seperti ada ular yang mejalar di perut). Halusinasi visual (melihat sesuatu yang tidak ada), dan halusinasi olfaktoris (mencium bau yang tidak ada). Halusinasi pendengaran terjadi pada sekitar 70% pada penderita skizofrenia. Halusinasi mungkin juga terjadi sebagai respons terhadap obat-obatan halusinogenik.
4.      Gangguan emosional, emosi yang datar (tumpul) atau tidak sesuai. Orang yang mengalami skizofrenia mungkin berbicara secara monoton dan mempertahankan wajah yang tanpa ekspresi. Orang-orang yang mengalami skizofrenia mungkin akan kehilangan kapasitas untuk mengekspresikan emosi mereka.
5.      Hendaya lainnya, kebingungan akan identitas pribadi, hilangnya keinginan, perilaku yang sangat bersemangat atau kondisi stuporI, gerakan tubuh yang ganjil atau ekspresi wajah yang aneh, dan hendaya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain.
D. Subtipe Utama Skizofrenia
1.      Tipe tidak terorganisasi, kebingungan dan perilaku yang aneh, pembicaraan tidak koheren, halusinasi yang nyata, afek datar atau tidak sesuai, dan waham yang tidak terorganisasi. Mereka sering mengabaikan penampilan dan kebersihan mereka serta kehilangan kontrol terhadap kandung kemih dan saluran pembuangan makanan.
2.      Tipe katatonik, gangguan yang nyata dalam aktivitas motorik dimana perilaku mungkin melambat menjadi stupor namun secara tiba-tiba berubah menjadi keadaan yang sangat teragitasi.
3.      Tipe paranoid, bercirikan fokus terhadap satu atau lebih waham atau adanya halusinasi auditoris yang sering. Perilaku dan pembicaraan dai orang yang mengalami skizofrenia paranoid tidak menunjukkan disorganisasi yang jelas sebagaimana ciri dari tipe tidak terorganisasi, tidak juga dengan jelas menunjukkan afek datar atau yang tidak sesuai (perilaku katatonik).
Variasi skizofrenia yang dibedakan berdasarkan subtipe spesifik. Cara lain untuk menggolongkan skizofrenia didasarkan pada pembedaan antara tipe I skizofrenia, ditandai oleh simtom-simtom yang lebih mencolok (simtom positif), dan tipe II skizofrenia ditandai oleh simtom-simtom defisit (simtom negatif).
E. Faktor-Faktor Penyebab Skizofrenia
Studi menunjukkan bahwa genetika, lingkungan awal, neurobiologi, proses psikologis dan sosial merupakan faktor penyumbang penting, beberapa obat rekreasi dan resep tampak menyebabkan atau memperburuk gejala.
1.      Faktor genetis, semakin dekat hubungan genetis antara orang yang didiagnosis skizofrenia dan anggota keluarga mereka, maka akan semakin besar kecenderungan mengidap skizofrenia pada keluarga mereka. Anak-anak yang berisiko tinggi hampir dua kali lipat lebih mungkin mengalami skizofrenia dibandingkan mereka yang memiliki orang tua biologis yang tidak mengalami skizofrenia, tanpa memperhatikan apakah mereka diasuh oleh orang tua yang mengalami skizofrenia ataupun tidak. Intinya hubungan genetis dengan orang yang mengalami skizofrenia tampaknya merupakan faktor risiko yang paling nyata untuk perkembangan gangguan.
2.      Faktor biokimia, teori dopamin beranggapan bahwa skizofrenia melibatkan terlalu aktifnya reseptor dopamin di otak, reseptor yang terletak di neutron pascasinaptik dimana molekul dopamin terikat. Peningkatan dopamin aktivitas di jalur mesolimbic otak secara konsisten ditemukan pada individu skizofrenia. Sumber utama pembuktian model dopamin ditemukan pada efek obat-obatan antipsikotik yang disebut penenang mayor atau neuroleptik. Obat-obat neuroleptik menghambat reseptor domain, sehingga mengurangi tingkat aktivitas dopamin. Sebagai konsekuensinya, neuroleptik menghambat transmisi berlebih dari impuls-impuls neuron yang dapat meningkatkan  perilaku skizofrenia. Andalan pengobatan obat antipsikotik, obat jenis ini terutama bekerja dengan menekan aktivitas dopamin. Dosis antipsikotik yang umumnya lebih rendah daripada di dekade awal penggunaan mereka.
3.      Faktor keluarga, dalam model distesis stres, pola-pola interaksi dan komunikasi emosional yang terganggu dalam keluarga menunjukkan suatu sumber stres potensial yang mungkin akan meningkatkan risiko berkembangnya skizofrenia pada orang-orang yang memiliki predisposisi genetis untuk gangguan ini. Program-program konseling yang membantu anggota keluarga dari orang yang menderita skizofrenia kronis belajar untuk mengekspresikan perasaan mereka tanpa menyerang atau mengkritik orang yang menderita skizofrenia mungkin dapat mencegah konflik keluarga yang merusak penyesuaian diri dari orang tersebut. Anggota keluarga yang menderita skizofrenia mungkin juga dapat mengambil manfaat dari usaha-usaha untuk mengurangi tingkat kontak dengan saudara-saudara yang gagal berespons pada itervnsi keluarga.
F. Pendekatan Penanganan
1.      Pendekatan biologis, munculnya obat-obatan antipsikotik pada 1950-an juga dikenal sebagai penenang mayor atau neuroleptik yang membawa perubahan dalam  perawatan pasien skizofrenia dan memberikan dorongan terhadap dilepaskannya pasien penyakit mental dalam skala besar kembali ke komunitas. Pengobatan antipsikotik membantu mengendalikan pola perilaku yang lebih mencolok pada skizofrenia dan mengurangi kebutuhan untuk perawatan rumah sakit jangka panjang apabila dikonsumsi pada saat pemeliharaan atau secara teratur setelah episode akut. Antipsikotik yang biasanya digunakan meliputi phenotiazines chlorpromazine (Thorazine), thioridazine (Mellarile), trifluoperazine (Stelazine), dan fluphenazine (Prolixin). Obat-obatan antipsikotik membantu mengendalikan ciri-ciri yang lebih menonjol atau aneh dari skizofrenia, namun tidak dapat menyembuhkan.
2.      Terapi psikodinamika, tindakan menarik diri ke dalam dunia fantasi yang merupakan ciri skizofrenia akan mencegah penderita untuk membentuk hubungan yang bermakna dengan psikoanalisis. Dalam sebuah penelitian, terapi psikodinamika dapat menggunakan teknik terapi personal yang berpijak pada model diatesis stres.. terapi personal membantu pasien beradaptasi secara lebih efektif terhadap stres dan membantu mereka dalam membangun keterampilan sosial.
3.      Terapi-terapi berdasarkan belajar, intervensi terhadap pembelajaran telah menunjukkan efektivitas dalam memodifikasi perilaku skizofrenia dan membantu orang-orang yang mengalami gangguan ini untuk mengembangkan perilaku yang lebih adaptif yang dapat membantu mereka dalam menyesuaikan diri secara lebih efektif untuk hidup dalam skizofrenia.
4.      Rehabilitasi psikososial, kelompok-kelompok self-help  dan program tempat tinggal yang  terstruktur dapat membantu pasien skizofrenia menyesuaikan diri dengan kehidupan komunitas. Orang-orang yang mengalami skizofrenia biasanya mengalami kesulitan untuk berfungsi dalam peran-peran sosial maupun pekerjaan. Pusat rehabilitasi dengan beragam layanan biasanya menawarkan perumahan sebagaimana pekerjaan dan kesempatan pendidikan. Pusat-pusat ini sering kali menggunakan pendekatan pelatihan keterampilan untuk membantu klien dalam mempelajari klien bagaimana mengelola keuangan, memecahkan perselisihan dengan anggota keluarga, membantu persahabatan, dan lain sebagainya.
5.      Program intervensi keluarga, keluarga dari orang-orang yang mengalami skizofrenia diharapkan mampu membantu mereka menyesuaikan diri dengan beban untuk merawat dan membantu mereka dalam mengembangkan cara-cara yang lebih kooperatif dan tidak terlalu konfrontatif dalam berhubungan dengan orang lain. Intervensi keluarga digunakan untuk meningkatkan komunikasi dalam keluarga dan mengurangi tingkat konflik dan stres keluarga.
G. Bentuk-Bentuk Lain Dari Psikosis
1.      Gangguan psikotik singkat
Gangguan psikotik singkat diberlakukan pada gangguan psikotik yang berlangsung dari satu hari hingga satu bulan dan ditandai dengan setidaknya satu dari ciri-ciri berikut ini:
a.       Waham,
b.      Halusinasi,
c.       Pembicaraan yang tidak terorganisasi,
d.      Perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik.
2.      Gangguan skizofreniform
Merupakan perilaku abnormal yang identik dengan skizofrenia, yang telah menetap selama setidaknya 1 bulan namun kurang dari 6 bulan.
3.      Gangguan delusi
Diagnosis gangguan delusi diterapkan pada orang yang memiliki keyakinan delusi yang persisten dan jelas, serta sering kali melibatkan tema-tema paranoid. Pada gangguan delusi, keyakinan delusi menyangkut peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi, seperti ketidakseriusan pasangan. Orang yang mengalami gangguan delusi tidak menunjukkan karakteristik pikiran yang kacau atau tercampur aduk seperti skizofrenia.

DAFTAR PUSTAKA
Nevid S, Jeffrey., Spencer A Rathus ., dan Beverly Greeny. 2005. Psikologi 
              Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
http://www.news-medical.net/health/Schizophrenia-(Indonesian).aspx  (diunduh pada tanggal 27 November 2012 pukul 13.25 WIB)
                                                                                                         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar