SKIZOFRENIA DAN GANGGUAN PSIKOTIK LAINNYA
A.
Sejarah Konsep Skizofrenia
Konseptualisasi
modern mengenai skizofrenia sebagian besar dibentuk oleh para ahli dibawah ini,
antara lain:
1.
Emil Kraepelin
Kraepelin
(1856-1926), menyebut bahwa gangguan skizofrenia sebagai dementia praecox. Kraepelin menulis bahwa dementia praecox melibatkan hilangnya kesatuan di dalam diri antara
pemikiran, perasaan, dan tindakan. Sindrom ini dimulai pada awal masa kehidupan,
dan proses deteriorasi yang terjadi sering kali menghasilkan disintegrasi dari
kepribadian yang menyeluruh. Deskripsi Kraepelin tentang dementia praecox meliputi bentuk-bentuk perilaku seperti waham,
halusinasi, dan perilaku motorik yang aneh, bentuk-bentuk perilaku ini biasanya
menjadi karakteristik gangguan tersebut.
2.
Eugen Bleuler
Bleuler
meyakini bahwa skizofrenia dapat dikenali berdasarkan 4 ciri atau simtom
primer, antara lain:
a. Asosiasi,
hubungan antara pikiran-pikiran yang menjadi terganggu.
b. Afek (affect) atau respons emosional, individu
mungkin menunjukkan hilangnya respons terhadap peristiwa yang tidak
menyenangkan, atau tertawa terbahak-bahak setelah mendengar anggota keluarga
atau meninggal dunia.
c. Ambivalensi,
orang yang menderita skizofrenia memiliki perasaan ambivalen atau konflik
terhadap orang lain.
d. Autisme,
istilah yang menjelaskan penarikan diri ke dunia fantasi pribadi yang tidak
terikat oleh prinsip-prinsip logika.
3.
Kurt Schneider
Schneider
meyakini bahwa kriteria dari Bleuler terlalu samar untuk tujuan diagnostik dan
kriteria itu gagal untuk membedakan secara adekuat antara skizofrenia dengan
gangguan lainnya. Kontribusi Schneider adalah membedakan antara ciri-ciri skizofrenia
yang diyakininya sebagai inti untuk diagnosis, yang disebutnya simtom peringkat
pertama dan simtom peringkat kedua, yang diyakininya tidak hanya ditemukan pada
skizofrenia, namun juga pada gangguan psikosis lain dan pada gangguan
nonpsikosis.
B. Skizofrenia
Skizofrenia
biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal sekitar usia 20
tahun, tepat pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju dunia luar, masa
dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh. Orang yang mengidap skizofrenia
semakin lama akan semakin terlepas dari masyarakat. Skizofrenia merupakan
gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang
gila atau sakit mental. Skizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental
yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Skizofrenia
menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan
perasaan serta mengisinya dengan persepsi terganggu. Skizofrenia menyentuh
setiap aspek kehidupan bagi orang yang terkena. Distorsi persepsi dapat
mempengaruhi semua lima indera, termasuk penglihatan, pendengaran, rasa, bau
dan sentuhan, tapi paling sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran,
delusi paranoid atau aneh, atau pidato teratur dan berpikir dengan disfungsi
sosial atau pekerjaan yang signifikan.
Orang dengan
skizofrenia cenderung memiliki tambahan (komorbiditas) kondisi, termasuk
depresi mayor dan gangguan kecemasan; terjadinya penyalahgunaan zat seumur
hidup adalah sekitar 40%. Masalah sosial, seperti jangka panjang, kemiskinan
pengangguran dan tunawisma, yang umum. Selanjutnya, rata-rata harapan hidup
orang dengan gangguan tersebut adalah 10 sampai 12 tahun kurang daripada mereka
yang tidak, karena meningkatnya masalah kesehatan fisik dan tingkat bunuh diri
lebih tinggi. Skizofrenia terjadi sama pada pria dan perempuan, meskipun biasanya
muncul lebih awal pada pria, usia puncak onset adalah 20-28 tahun untuk
laki-laki dan 26-32 tahun untuk betina.
Prevalensi
skizofrenia seumur hidup atau proporsi individu diperkirakan akan mengalami
penyakit tersebut pada setiap saat dalam kehidupan mereka-umumnya diberikan
pada 1%. Namun, tinjauan sistematis studi 2002 banyak ditemukan prevalensi
seumur hidup 0,55%. Meskipun kebijaksanaan menerima bahwa skizofrenia terjadi
pada tingkat yang sama di seluruh dunia, prevalensi bervariasi di seluruh
dunia, dalam negara, dan pada tingkat lokal dan lingkungan. Salah satu temuan
khususnya stabil dan ditiru telah menjadi hubungan antara yang hidup di lingkungan
perkotaan dan diagnosis skizofrenia, bahkan setelah faktor-faktor seperti
penggunaan narkoba, kelompok etnis dan ukuran kelompok sosial telah
dikendalikan untuk. Skizofrenia dikenal menjadi penyebab utama kecacatan. Dalam
sebuah penelitian 1999 dari 14 negara, psikosis aktif menduduki peringkat
ketiga kondisi paling menonaktifkan setelah quadriplegia, demensia, menjelang paraplegia, dan kebutaan.
C. Ciri-Ciri Klinis Skizofrenia
Orang-orang
dengan skizofrenia menunjukkan kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan
sosial. laki-laki penderita skizofrenia tampak berbeda dengan perempuan yang
mengalami gangguan ini dalam beberapa hal. Mereka cenderung mengalami onset
pada usia yang lebih muda, memiliki tingkat penyesuaian diri yang lebih buruk
sebelum menunjukkan tanda-tanda gangguan, dan memiliki lebih banyak hendaya
kognitif, defisit tingkah laku, dan reaksi yang lebih buruk terhadap terapi
obat dibandingkan dengan perempuan yang mengalami skizofrenia.
1.
Gangguan proses berpikir, delusi (ide
salah yang menetap) dan gangguan-gangguan pikiran (pikiran yang tidak
terorganisasi dan pembicaraan yang tidak koheren).
2.
Defisiensi perhatian, kesulitan
memberikan perhatian pada stimulus yang relevan dan menyaring keluar stimulus
yang tidak relevan. Gangguan perhatian mungkin berhubungan dengan tidak
berfungsinya bagian subkortikal otak yang mengatur perhatian terhadap stimulus
dari luar.
3.
Gangguan perseptual, halusinasi yang
dapat melibatkan setiap indera. Halusinasi auditoris adalah yang paling umum
terjadi. Halusinasi taktil (seperti
digelitik sensasi listrik) dan halusinasi somatis (seperti ada ular yang
mejalar di perut). Halusinasi visual (melihat sesuatu yang tidak ada), dan
halusinasi olfaktoris (mencium bau yang tidak ada). Halusinasi pendengaran
terjadi pada sekitar 70% pada penderita skizofrenia. Halusinasi mungkin juga
terjadi sebagai respons terhadap obat-obatan halusinogenik.
4.
Gangguan emosional, emosi yang datar
(tumpul) atau tidak sesuai. Orang yang mengalami skizofrenia mungkin berbicara
secara monoton dan mempertahankan wajah yang tanpa ekspresi. Orang-orang yang
mengalami skizofrenia mungkin akan kehilangan kapasitas untuk mengekspresikan
emosi mereka.
5.
Hendaya lainnya, kebingungan akan
identitas pribadi, hilangnya keinginan, perilaku yang sangat bersemangat atau
kondisi stuporI, gerakan tubuh yang
ganjil atau ekspresi wajah yang aneh, dan hendaya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain.
D. Subtipe Utama Skizofrenia
1.
Tipe tidak
terorganisasi, kebingungan dan perilaku yang aneh, pembicaraan tidak koheren,
halusinasi yang nyata, afek datar atau tidak sesuai, dan waham yang tidak
terorganisasi. Mereka sering mengabaikan penampilan dan kebersihan mereka serta
kehilangan kontrol terhadap kandung kemih dan saluran pembuangan makanan.
2.
Tipe katatonik, gangguan
yang nyata dalam aktivitas motorik dimana perilaku mungkin melambat menjadi stupor namun secara tiba-tiba berubah
menjadi keadaan yang sangat teragitasi.
3.
Tipe paranoid, bercirikan
fokus terhadap satu atau lebih waham atau adanya halusinasi auditoris yang
sering. Perilaku dan pembicaraan dai orang yang mengalami skizofrenia paranoid
tidak menunjukkan disorganisasi yang jelas sebagaimana ciri dari tipe tidak
terorganisasi, tidak juga dengan jelas menunjukkan afek datar atau yang tidak
sesuai (perilaku katatonik).
Variasi
skizofrenia yang dibedakan berdasarkan subtipe spesifik. Cara lain untuk
menggolongkan skizofrenia didasarkan pada pembedaan antara tipe I skizofrenia,
ditandai oleh simtom-simtom yang lebih mencolok (simtom positif), dan tipe II
skizofrenia ditandai oleh simtom-simtom defisit (simtom negatif).
E. Faktor-Faktor Penyebab Skizofrenia
Studi
menunjukkan bahwa genetika, lingkungan awal, neurobiologi, proses psikologis
dan sosial merupakan faktor penyumbang penting, beberapa obat rekreasi dan
resep tampak menyebabkan atau memperburuk gejala.
1.
Faktor genetis, semakin
dekat hubungan genetis antara orang yang didiagnosis skizofrenia dan anggota
keluarga mereka, maka akan semakin besar kecenderungan mengidap skizofrenia pada
keluarga mereka. Anak-anak yang berisiko tinggi hampir dua kali lipat lebih
mungkin mengalami skizofrenia dibandingkan mereka yang memiliki orang tua
biologis yang tidak mengalami skizofrenia, tanpa memperhatikan apakah mereka
diasuh oleh orang tua yang mengalami skizofrenia ataupun tidak. Intinya
hubungan genetis dengan orang yang mengalami skizofrenia tampaknya merupakan
faktor risiko yang paling nyata untuk perkembangan gangguan.
2.
Faktor biokimia, teori
dopamin beranggapan bahwa skizofrenia melibatkan terlalu aktifnya reseptor
dopamin di otak, reseptor yang terletak di neutron pascasinaptik dimana molekul
dopamin terikat. Peningkatan dopamin aktivitas di jalur mesolimbic otak
secara konsisten ditemukan pada individu skizofrenia. Sumber
utama pembuktian model dopamin ditemukan pada efek obat-obatan antipsikotik
yang disebut penenang mayor atau neuroleptik. Obat-obat neuroleptik menghambat
reseptor domain, sehingga mengurangi tingkat aktivitas dopamin. Sebagai
konsekuensinya, neuroleptik menghambat transmisi berlebih dari impuls-impuls
neuron yang dapat meningkatkan perilaku
skizofrenia. Andalan pengobatan obat antipsikotik, obat jenis ini
terutama bekerja dengan menekan aktivitas dopamin. Dosis antipsikotik yang
umumnya lebih rendah daripada di dekade awal penggunaan mereka.
3.
Faktor keluarga, dalam model
distesis stres, pola-pola interaksi dan komunikasi emosional yang terganggu
dalam keluarga menunjukkan suatu sumber stres potensial yang mungkin akan
meningkatkan risiko berkembangnya skizofrenia pada orang-orang yang memiliki
predisposisi genetis untuk gangguan ini. Program-program konseling yang
membantu anggota keluarga dari orang yang menderita skizofrenia kronis belajar
untuk mengekspresikan perasaan mereka tanpa menyerang atau mengkritik orang
yang menderita skizofrenia mungkin dapat mencegah konflik keluarga yang merusak
penyesuaian diri dari orang tersebut. Anggota keluarga yang menderita
skizofrenia mungkin juga dapat mengambil manfaat dari usaha-usaha untuk
mengurangi tingkat kontak dengan saudara-saudara yang gagal berespons pada
itervnsi keluarga.
F. Pendekatan Penanganan
1.
Pendekatan biologis,
munculnya obat-obatan antipsikotik pada 1950-an juga dikenal sebagai penenang
mayor atau neuroleptik yang membawa perubahan dalam perawatan pasien skizofrenia dan memberikan
dorongan terhadap dilepaskannya pasien penyakit mental dalam skala besar
kembali ke komunitas. Pengobatan antipsikotik membantu mengendalikan pola
perilaku yang lebih mencolok pada skizofrenia dan mengurangi kebutuhan untuk
perawatan rumah sakit jangka panjang apabila dikonsumsi pada saat pemeliharaan
atau secara teratur setelah episode akut. Antipsikotik yang biasanya digunakan
meliputi phenotiazines chlorpromazine (Thorazine),
thioridazine (Mellarile), trifluoperazine (Stelazine), dan fluphenazine (Prolixin). Obat-obatan
antipsikotik membantu mengendalikan ciri-ciri yang lebih menonjol atau aneh
dari skizofrenia, namun tidak dapat menyembuhkan.
2.
Terapi psikodinamika,
tindakan menarik diri ke dalam dunia fantasi yang merupakan ciri skizofrenia
akan mencegah penderita untuk membentuk hubungan yang bermakna dengan psikoanalisis.
Dalam sebuah penelitian, terapi psikodinamika dapat menggunakan teknik terapi
personal yang berpijak pada model diatesis stres.. terapi personal membantu
pasien beradaptasi secara lebih efektif terhadap stres dan membantu mereka
dalam membangun keterampilan sosial.
3.
Terapi-terapi
berdasarkan belajar, intervensi terhadap pembelajaran telah menunjukkan
efektivitas dalam memodifikasi perilaku skizofrenia dan membantu orang-orang
yang mengalami gangguan ini untuk mengembangkan perilaku yang lebih adaptif
yang dapat membantu mereka dalam menyesuaikan diri secara lebih efektif untuk
hidup dalam skizofrenia.
4.
Rehabilitasi
psikososial, kelompok-kelompok self-help dan program tempat tinggal yang terstruktur dapat membantu pasien skizofrenia
menyesuaikan diri dengan kehidupan komunitas. Orang-orang yang mengalami
skizofrenia biasanya mengalami kesulitan untuk berfungsi dalam peran-peran
sosial maupun pekerjaan. Pusat rehabilitasi dengan beragam layanan biasanya
menawarkan perumahan sebagaimana pekerjaan dan kesempatan pendidikan.
Pusat-pusat ini sering kali menggunakan pendekatan pelatihan keterampilan untuk
membantu klien dalam mempelajari klien bagaimana mengelola keuangan, memecahkan
perselisihan dengan anggota keluarga, membantu persahabatan, dan lain sebagainya.
5.
Program intervensi
keluarga, keluarga dari orang-orang yang mengalami skizofrenia diharapkan mampu
membantu mereka menyesuaikan diri dengan beban untuk merawat dan membantu
mereka dalam mengembangkan cara-cara yang lebih kooperatif dan tidak terlalu
konfrontatif dalam berhubungan dengan orang lain. Intervensi keluarga digunakan
untuk meningkatkan komunikasi dalam keluarga dan mengurangi tingkat konflik dan
stres keluarga.
G. Bentuk-Bentuk Lain Dari Psikosis
1.
Gangguan psikotik
singkat
Gangguan
psikotik singkat diberlakukan pada gangguan psikotik yang berlangsung dari satu
hari hingga satu bulan dan ditandai dengan setidaknya satu dari ciri-ciri
berikut ini:
a. Waham,
b. Halusinasi,
c. Pembicaraan
yang tidak terorganisasi,
d. Perilaku
yang tidak terorganisasi atau katatonik.
2.
Gangguan skizofreniform
Merupakan
perilaku abnormal yang identik dengan skizofrenia, yang telah menetap selama
setidaknya 1 bulan namun kurang dari 6 bulan.
3.
Gangguan delusi
Diagnosis
gangguan delusi diterapkan pada orang yang memiliki keyakinan delusi yang
persisten dan jelas, serta sering kali melibatkan tema-tema paranoid. Pada
gangguan delusi, keyakinan delusi menyangkut peristiwa-peristiwa yang mungkin
terjadi, seperti ketidakseriusan pasangan. Orang yang mengalami gangguan delusi
tidak menunjukkan karakteristik pikiran yang kacau atau tercampur aduk seperti
skizofrenia.
DAFTAR PUSTAKA
Nevid S, Jeffrey., Spencer A Rathus
., dan Beverly Greeny. 2005. Psikologi
Abnormal Jilid 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
http://www.news-medical.net/health/Schizophrenia-(Indonesian).aspx
(diunduh pada tanggal 27 November 2012
pukul 13.25 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar