Selasa, 17 Maret 2015

KONTRAK PERILAKU

A. Pengertian Latipun (2008:145) menyatakan bahwa “kontrak perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien”. Kontrak perilaku didasarkan atas pandangan bahwa membantu klien untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa konsekuensi akan muncul. Kontrak dapat menjadi alat pengatur pertukaran reinforcement positif antar individu yang terlibat. Kontrak perilaku juga disebut atau kontrak kinerja adalah kesepakatan tertulis antara dua pihak dimana salah satu atau kedua belah pihak sepakat untuk terlibat dalam tingkat tertentu dari perilaku target atau perilaku (Miltenberger, 2008:523). Sedangkan menurut Ratna (2012:66) “kontrak perilaku merupakan persetujuan dan hasil kesepakatan oleh dua orang atau lebih (konselor dan klien) yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dan bila klien mampu mengubah perilakunya, maka klien akan menerima reward”. Konselor dan klien dapat memilih perilaku yang realistik dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah perilaku dimunculkan maka ganjaran dapat diberikan pada klien. Dalam hal ini pemberian ganjaran lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman. B. Unsur-Unsur dalam Kontrak Perilaku Berikut ini adalah beberapa unsur dalam kontrak perilaku, diantaranya: 1. Kontrak perilaku merupakan persetujuan dan hasil kesepakatan oleh dua orang atau lebih (konselor klien) 2. Tujuan kontrak perilaku ialah untuk mengubah perilaku klien 3. Kontrak harus merinci hak istimewa yang dapat diharapkan untuk diperoleh diri guna memenuhi tanggung jawabnya 4. Bila klien mampu mengubah perilakunya, maka klian akan diberi reward 5. Tanggung jawab yang dirinci dalam bentuk kontrak masih memerlukan pemantauan pihak lain, meskipun kontrak tersebut dalam bentuk swakontrak/self contract 6. Adanya sistem sanksi bila gagal memenuhi tanggung jawab 7. Ada kesempatan untuk menanggapi kekurangan kontrak ataupun membatalkan kontrak C. Prinsip Dasar Kontrak Perilaku Menurut Gantina (2011:172), prinsip dasar dari kontrak perilaku antara lain: 1. Kontrak disertai dengan penguatan 2. Reinforcement diberikan dengan segera 3. Kontrak harus dinegosiasi secara terbuka dan bebas serta disepakati antara klien dengan konselor 4. Kontrak harus fair 5. Kontrak harus jelas (target tingkah laku, frekuensi, lamanya kontrak) 6. Kontrak dilaksanakan secara terintegrasi dengan program sekolah D. Tujuan dan Manfaat Kontrak Perilaku Tujuan dari kontrak perilaku yaitu untuk mengubah perilaku klien yang tidak adaptif menjadi perilaku yang adaptif. Untuk memotivasi adanya perubahan perilaku, maka diperlukan kondisi-kondisi yang mengikat demi tercapainya perilaku yang dikehendaki. Kontrak perilaku dapat membantu klien dalam membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati, selain itu juga terdapat beberapa manfaat lain dari kontrak perilaku, yakni: 1. Membantu individu meningkatkan kedisiplinan dalam berperilaku 2. Memberi pengetahuan kepada individu tentang pengubahan perilaku dirinya sendiri 3. Meningkatkan kepercayaan diri individu E. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan teknik kontrak perilaku antara lain: 1. Keefektifan kontrak perilaku tergantung pada komponen-komponen yang digunakan 2. Suatu kontrak akan bermanfaat ketika terkait dengan nilai-nilai diri klien 3. Istilah-istilah dalam kontrak perilaku harus jelas untuk setiap individu yang terlibat di dalamnya 4. Ganjaran dan sanksi harus spesifik di eksplisitkan dalam kontrak perilaku 5. Kontrak harusnya positif dan memungkinkan adanya klausal bonus 6. Pihak lain atau pihak kedua memberikan dukungan positif terhadap kontrak yang dibuat pihak pertama 7. Adanya komitmen yang dinyatakan melalui tanda tangan 8. Adanya verifikasi dan monitoring terhadap kemajuan dari pencapaian tujuan, ganjaran, dan sanksi dengan dibuat dalam bentuk kartu, jurnal, dan lain sebagainya 9. Nyatakan kontrak dalam kalimat positif 10. Jika tidak ada perubahan perilaku maka perlu dilakukan modifikasi kontrak tanpa menyalahkan konseli 11. Kontrak dapat berlaku untuk waktu yang lama atau pendek F. Prosedur Kontrak Perilaku Langkah-langkah dalam pelaksanaan teknik kontrak perilaku adalah sebagai berikut (Gilliand dkk dalam Ratna, 2012:69): 1. Pilih satu/dua perilaku yang dikehendaki 2. Mendeskripsikan perilaku tersebut (dapat diamati dan dihitung) 3. Identifikasi ganjaran yang akan mendorong klien untuk melakukan perilaku yang dikehendaki dengan menyediakan menu penguatan. Reward diberikan dengan segera, memiliki daya prediktif sukses, hasil/ganjaran harus brefrekuensi 4. Tetapkan orang yang dapat memberikan reward/membantu konselor menjaga berjalannya perilaku yang dikehendaki 5. Tulis kontrak secara sistematis dan jelas sehingga pihak yang terlibat dapat memahami isi serta tujuannya 6. Pengumpulan data 7. Adanya cara mengatasi ketika data/perilaku yang dikehendaki tidak muncul 8. Tulis kembali kontrak ketika tujuan tidak tercapai 9. Memonitor perilaku secara continue dan membuat solusi 10. Pilih perilaku lain yang memungkinkan dapat dilakukan klien mencapai tujuan G. Kelemahan dan Kelebihan Kontrak Perilaku Berikut ini ada beberapa kelemahan dari pelaksanaan teknik kontrak perilaku yakni: 1. Meskipun pelaksanaan kontrak perilaku sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, tergantung dari kemampuan individu/klien 2. Bagi konselor yang kurang dapat memberikan reinforcement dengan baik dan hati-hati, maka pelatihan ini dapat berjalan kurang baik 3. Pemilihan reinforcement yang akan diberikan kepada klien cukup sulit karena berkaitan dengan karakteristik yang dimiliki klien Sedangkan di bawah ini juga akan disebutkan beberapa kelebihan dari penggunaan/pelaksanaan teknik kontrak perilaku ini diantaranya: 1. Pelaksanaannya yang cukup sederhana 2. Penerapannya dikombinasikan dengan teknik yang lain 3. Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan dalam kelompok H. Contoh Kontrak Perilaku KONTRAK TINGKAH LAKU Saya, …………………pada tanggal …………………menyatakan bahwa saya setuju melakukan hal-hal dibawah ini : 1. …………………………………………………………………………………. 2. …………………………………………………………………………………. 3. …………………………………………………………………………………. ……………………………… ………………………………… (tanda tangan konseli) (tanda tangan konselor) usaha saya dianggap berhasil bila : 1. …………………………………………………………………………………. 2. …………………………………………………………………………………. 3. …………………………………………………………………………………. Bila saya telah berhasil melakukan hal diatas, maka saya akan mendapatkan : ………………………………………………………………………………….………………………………………………………………………………….………………………………………………………………………………….……………………………………………………………………………………………………….tanggal berakhirnya kontrak, ……………………………… ……………………………… ………………………………… (tanda tangan konseli) (tanda tangan konselor) DAFTAR PUSTAKA Komalasari, Gantina, Eka Wahyuni dan Karsih. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks. Latipun. 2008. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Miltenberger, Raymond G. 2008. Behavior Modification (Principles and Procedures). USA: Thomson Wadsworth. Ratna, Lilis. 2012. Teknik-Teknik Konseling. Yogyakarta: DEEPUBLISH.

Selasa, 16 September 2014

PENUMBUHAN KARAKTER SOPAN SANTUN PADA SISWA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Banyaknya perkelahian antar sekolah bahkan di perguruan tinggi yang terjadi di berbagai daerah akhir-akhir ini merupakan salah satu tanda bahwa pendidikan yang terjadi di sekolah perlu ditinjau ulang. Pendidikan telah dinilai tidak berhasil membangun karakter bangsa. Kurikulum sekolah yang menempatkan pendidikan agama, pendidikan moral pancasila, serta peran bimbingan dan konseling belum sepenuhnya menghasilkan anak didik yang berakhlak mulia. Krisisnya banyak anak yang tidak hormat pada guru, nyontek saat ujian adalah bukti sedikit gambaran adanya ketidak efektifan mata pelajaran tersebut di sekolah.
Jika kita lihat tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan nasional tersebut telah jelas bahwa pendidikan karakter sudah merupakan bagian dari proses pendidikan kita. Namun pada implementasi di lapangan pendidikan karakter tersebut tidak dilakukan secara teritegrasi dalam pendidikan di sekolah.
Pendidikan anak merupakan tanggungjawab bersama antara orang tua dan sekolah. Orang tua tidak dapat sepenuhnya membebankan proses pendidikan anaknya pada sekolah. Oleh karena itu kerjasama antara sekolah dan orang tua di rumah bahkan masyarakat lingkungan dimana anak tinggal dalam mendidik anak agar berkembang dan membentuk karakter siswa yang kuat itu sangat diperlukan.
Idealnya proses pendidikan yang berlangsung di sekolah dapat menghasilkan anak didik yang tidak hanya memiliki kompetensi bidang kognitif semata atau pandai secara intelektual namun hendaknya juga memiliki akkhlak mulia. Dengan bekal akhlak mulia ini anak akan berkembang menjadi anak yang baik dan akan menjadi dewasa kelak memiliki karakter yang kuat bermanfaat bagi nusa dan bangsa.
Sikap sopan santun atau hormat yang merupakan budaya leluhur kita dewasa ini telah dilupakan oleh sebagian orang. Sikap sopan santun yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hormat menghormati sesama, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menghargai yang muda tidak lagi kelihatan dalam kehidupan yang serba modern ini. Hilangnya sikap sopan santun sebagaian siswa merupakan salah satu dari sekian penyebab kurang terbentuknya karakter. Tidak terpeliharanya sikap sopan dan santun ini dapat berdampak negatif terhadap budaya bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kehidupan yang beradab.
Sejumlah pertanyaan muncul mengapa anak-anak sekarang menjadi anak yang tidak memiliki sikap sopan santun tersebut? Sebagian anak remaja mulai berani kepada orang tua, berani kepada gurunya, bila diberi nasehat berani membantah bahkan mungkin berani menantang pada orang yang menasehati. Sikap-sikap seperti ini banyak kita temui pada anak remaja. Kondisi ini menunjukkan bahwa sekolah hanya menghasilkan siswa yang memiliki intelektual yang tinggi namun tidak memiliki karakter yang ditunjukkan oleh kurangya akhlak mulia yang dimilikinya. Untuk menjawab pertanyaan yang muncul tersebut di atas, tentu banyak hal yang dapat dilakukan. Dalam makalah ini kami ingin mengupas salah satu hal kecil yang menurut kami penting dari sekian kemungkinan peningkatan karakter siswa yaitu melalui upaya pelestarian sikap sopan santun lewat proses pembudayaan di sekolah.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat diambil satu rumusan masalah penting diantaranya:
a.    Bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk menumbuhkembangkan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain?
b.    Apa manfaat menumbuhkembangkan karakter sopan santun atau rasa hormat pada siswa?
1.3 Tujuan
Melihat  begitu pentingnya dalam memenuhi tugas dari mata kuliah pendidikan karakter maka tulisan ini kami buat. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan gambaran bagi pembaca mengenai penumbuhkembangan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain. Tentu harapannya adalah implementasi dari suatu makalah yang akan bermanfaat dalam pembuatan tugas kuliah di kemudian hari nanti.
1.4Manfaat
a.    Agar mahasiswa dan pembaca makalah ini dapat mengetahui bagaimana cara untuk menumbuhkembangan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain.
b.    Agar dapat memberikan sumbangsih pengetahuan dalam mata kuliah pendidikan karakter.





BAB II
PEMBAHASAN

Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Karakter dapat ditumbuhkan pada anak (siswa) melalui pendidikan karakter dalam lingkup sekolah. Karakter tidak berfungsi dalam ruang hampa, namun karakter berfungsi dalam lingkungan sosial. “Rasa hormat, tanggung jawab, dan turunannya merupakan nilai-nilai yang dapat diajarkan oleh legitimasi sekolah “ (Lickona, 2013:101). Untuk keperluan pendidikan karakter dalam seting sekolah, sekolah perlu mengembangkan sejumlah nilai yang dianggap penting untuk dimiliki setiap lulusannya. Kesuma dkk (2012:9) menyebutkan beberapa tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah, diantaranya:
a.    Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
b.    Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
c.    Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
2.1 Pengertian Sopan Santun (Kesopanan) Atau Rasa Hormat
Sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan berakhlak mulia. Pengejawantahan atau perwujudan dari sikap sopan santun ini adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain. Dalam budaya jawa sikap sopan salah satu nya ditandai dengan perilaku menghormati kepada orang yang lebih tua, menggunakan bahasa yang sopan, tidak memiliki sifat yang sombong. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.
Sedangkan rasa hormat berarti menunjukkan penghargaan kita terhadap harga diri orang lain ataupun hal lain selain diri kita. Lickona (2013:70) “penghormatan terhadap orang lain mengharuskan kita untuk memperlakukan semua orang bahkan orang yang kita benci sebagai manusia yang  memiliki nilai tinggi dan memiliki hal yang sama dengan kita sebagai individu”. Kesopanan juga merupakan bentuk lain dari penghormatan terhadap orang lain.
2.2  Macam-Macam Sopan Santun/Kesopanan
a.                   Kesopanan Berbahasa
Bahasa menunjukan bangsa, di dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan alat komunikasi penting yang menjembatani seseorang dengan orang lainnya. Santun bahasa menunjukan bagaimana seseorang melakukan interaksi sosial dalam kehidupannya secara lisan. Setiap orang harus menjaga santun bahasa agar komunikasi dan interaksi dapat berjalan baik. Bahasa yang dipergunakan dalam sebuah komunikasi sangat menetukan keberhasilan pembicaraan (Kuraesin, 1975:6).
b.                  Sopan Santun Berperilaku
Santun adalah satu kata sederhana yang memiliki arti banyak dan dalam, berisi nilai-nilai positif yang dicerminkan dalam perilaku dan perbuatan positif. “Perilaku positif lebih dikenal dengan santun yang dapat diimplementasikan pada cara berbicara, cara berpakaian, cara memperlakukan orang lain, cara mengekspresikan diri dimanapun dan kapan pun” (Chazawi, 2007:12). Santun yang tercermin dalaman perilaku bangsa Indonesia ini tidak tumbuh dengan sendirinya namung juga merupakan suatu proses yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa yang luhur.
2.3  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lunturnya Nilai-Nilai Kesopanan
Menurut Mahfudz (2010:03), berpendapat bahwa kurangnya sopan santun pada anak disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a.    Anak-anak tidak mengerti aturan yang ada, atau ekspektasi yang diharapkan dari dirinya jauh melebihi apa yang dapat mereka cerna pada tingkatan pertumbuhan mereka saat itu.
b.    Anak-anak ingin melakukan hal-hal yang diinginkan dan kebebasannya.
c.    Anak-anak meniru perbuatan orang tua.
d.   Adanya perbedaan perlakuan disekolah dan dirumah.
e.    Kurangnya pembiasaan sopan santun yang sudah diajarkan oleh orang tua sejak dini.

2.4  Strategi Penumbuhkembangan Sopan Santun Atau Rasa Hormat di Sekolah
Penumbuhkembangan merupakan suatu proses pembiasaan. Penumbuhkembangan sopan santun atau rasa hormat dapat dimaksudkan sebagai upaya pembiasaan sikap sopan santun atau hormat agar menjadi bagian dari pola hidup seseorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan perilaku keseharian. Sopan santun atau rasa hormat sebagai perilaku dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara. Proses penumbuhkembangan karakter sopan santun atau rasa hormat pada orang lain ini dapat diterapkan di sekolah dengan cara sekolah harus mampu membuat desain skenario pembiasaan sopan santun atau rasa hormat. Sekolah dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.    Peran sekolah dalam membiasakan sikap sopan santun atau rasa hormat pada orang lain dapat dilakukan dengan memberikan contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagai pembelajar dapat menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau model dari guru ini siswa dengan mudah dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah menanamkan sikap sopan santun/hormat.
b.    Guru dapat mengitegrasikan perilaku sopan santun/hormat ini dalam setiap mata pelajaran, sehingga tanggungjawab perkembangan anak didik tidak hanya menjadi beban guru agama, pendidikan moral pancasila, dan guru BK.
c.    Guru agama, guru pendidikan moral pancasila dan guru BK dapat melakukan pembiasaan yang dikaitkan dalam penilaian secara afektif. Penilaian pencapaian kompetensi dalam 3 mata pelajaran ini hendaknya difokuskan pada pencapaian kompetensi afektif. Sedangkan kompetensi kognitif hanya sebagai pendukung mengusaan secara afektif.
d.   Guru seni tari jawa dapat membantu pembiasaan sopan santun/hormat melalui pembelajaran dalam gerakan tari yang memilki nilai-nilai posistif dalam budaya Jawa. Berdasarkan pengalaman salah seorang penari terbukti bahwa seni tari melalui gerakannya dapat dijadikan sebagai media untuk pembelajaran sikap sopan santun atau unggah ungguh.
2.5Peran Guru
Peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik menurut Husaini (2010) mencakup:
a.    Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems)
b.    Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
c.    Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.

Usman (1999:13) “seorang guru sebelum menjadi model keteladanan siswa guru juga harus mendisiplinkan diri, artinya apabila menginginkan peserta didiknya patuh terhadap aturan yang berlaku baiknya aturan yang bersifat formal atau non formal maka guru harus terlebih dulu mematuhinya”. Usman (1999:13) peran guru di pandang dari segi diri pribadinya adalah “sebagai model teladan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik”. Apabila guru sudah menunjukkan perilaku yang tidak sopan maka siswa pun akan berperilaku seperti itu karena siswa biasanya meniru apa yang dilakukan oleh guru.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penegakkan sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain  baik dalam lingkungan sekolah khususnya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya memang tidak semudah yang dibayangkan. Upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik (guru) dalam penumbuhkembangan sopan santun atau rasa hormat pada siswa adalah dengan menjadi teladan siswa melalui cara berpakaian yang rapi, bertutur kata yang sopan dan pantas, menegur siswa dengan kata-kata yang halus dan bijak, memberi motivasi pada siswa. Sikap dan perilaku yang ditampilkan harus dapat dicontoh oleh siswa atau dapat dijadikan teladan oleh siswa. Karakter sopan santun atau rasa hormat bukan hanya sekedar mematuhi aturan (norma), tetapi kesadaran mematuhi norma yang berlaku. Manfaat menerapkan karakter sopan santun atau rasa hormat pada siswa bermanfaat untuk menumbuhkan dan meningkatkan perilaku sopan santun atau rasa hormat diri dan budi pekerti yang sekarang ini sudah mulai luntur. Manfaat lain dari penerapan karakter sopan santun atau rasa hormat pada siswa adalah menumbuhkan kepatuhan, menumbuhkan wibawa guru sehingga siswa ikut termotivasi, mengajarkan sifat yang mulia, serta timbulnya rasa saling menghormati.
3.2 Saran
a.    Sopan santun atau hormat menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib kehidupan sehari-hari, yang akan mengantarkan seorang siswa sukses dalam belajar dan sebagai pembekalan diri untuk ke depannya menjadi siswa yang lebih baik lagi. Hendaknya siswa lebih mngetahui akan makna sopan santun.
b.    Hendaknya lingkungan baik di sekolah maupun luar sekolah juga ikut berperan dan sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam meningkatkan peran guru dalam rangka menerapkan sopan santun atau rasa hormat terhadap perilaku siswa.
c.    Masih banyaknya permasalahan tentang penerapannya karakter sopan santun atau rasa hormat pada orang lain dalam membentuk karakter siswa, di mana karakter sopan santun atau hormat ini banyak memberikan manfaat bagi siswa itu sendiri pada khususnya dan bagi guru umumnya, hendaknya permasalahan ini dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi guru tentang berbagai masalah dalam menerapkan karakter sopan santun atau rasa hormat siswa pada orang lain.

















DAFTAR PUSTAKA


Chazawi Adami, 2007. Tindak Pidana Kesopanan. Jakarta: Rajawali Pers.
Husaini. 2010. Perlukah Pendidikan Berkarakter. Dikutip dari
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=133perlukahpendidikan-berkarakter&catid=1%3Aadian-husaini&Itemid=23. Diakses pada hari Sabtu 17 Maret 2012
Kesuma, Dharma dkk. 2012. Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kuraesin.1975. Masyarakat Sopan. Bandung: Tarate.
Lickona, Thomas. 2013. Educating For Character (Mendidik Untuk Membentuk
Karakter). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mahfudz,2010.Budaya-sopan-santun-yang-semakin-dilupakan. (www.scribd.com.
diakses 02 januari 2012)
Ujiningsih dan Antoro. 2010. Pembudayaan Sikap Sopan Santun di Rumah dan di
Sekolah Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Karkater Siswa. Makalah: FKIP
Universitas Terbuka Yogyakarta.
Usman, Uzer. 1999. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dampak TIK pada Layanan Konseling Karir: Sebuah Kasus dalam Studi Sekolah Menengah Nigeria


Dampak TIK pada Layanan Konseling Karir: Sebuah Kasus dalam Studi Sekolah Menengah Nigeria

Konseling karir akan membantu seorang individu dalam mengembangkan karir mereka, penyesuaian karir, disfungsi kerja dan integrasi peran yang akan berhubungan langsung dengan pekerjaan. Para konselor dalam hal pemberian konseling karir dapat memberikan layanan untuk membantu klien membuat pilihan pekerjaan, memberikan informasi mengenai pendidikan dan jalur pelatihannya, pengembangan keterampilan, penempatan kerja dan monitoring bantuan karyawan, perencanaan dalam pembinaan pensiunan, rehabilitasi kejuruan, serta organisasi konsultasi. Siswa (individu) dalam konseling karir harus mampu jujur dalam membahas masalah karir mereka, mengatur rencana untuk mencapai tujuan karir mereka dan belajar untuk pengambilan keputusan karir, serta harapan bahkan ketakutan dalam layanan konseling karir mereka. Namun banyak para remaja (anak muda) yang merasa tidak nyaman dalam membuat keputusan karir yang tepat. Sebab keputusan karir merupakan suatu hal yang sangat penting dalam rentang kehidupan mereka. Konselor sebagai fasilitator dalam layanan konseling karir perlu dan mampu mengembangkan program-program serta penyesuaian yang cepat dan akurat terhadap perkembangan informasi karir dalam era globalisasi ini. Bimbingan dan konseling karir dalam praktiknya mungkin akan melibatkan hubungan secara tatap muka atau mungkin mediasi melalui telepon, surat, teks, atau bahkan internet. Jelas disini terlihat bahwa pemanfaatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sepenuhnya terintegrasi ke dalam pengembangan layanan konseling karir.
Pada era globalisasi ini, pemanfaatan TIK perlu benar-benar diintegrasikan dalam layanan karir secara penuh. Informasi karir sangat diperlukan bagi para siswa. Para ahli banyak mencatat bahwa berbagai informasi disediakan melalui konseling yang akan sangat membantu dalam produksi lulusan professional yang kompeten. TIK memberikan dampak yang sangat positif dalam pemenuhan kebutuhan akan informasi karir pada siswa. Integrasi TIK dalam layanan akan menjadi metode yang sangat efektif untuk menjangkau anak-anak muda dalam lingkup wilayah yang tak terhingga. Hal ini senada dengan peneliti yang mengungkapkan bahwa siswa akan menjadi lebih tertarik pada informasi yang berhubungan dengan karir tertentu dan lebih mungkin terlibat dalam eksplorasi karir saat mereka pindah dari SMP ke SMA.
Para peneliti mengemukakan bahwa permintaan layanan berbasis TIK sangat kuat, mayoritas responden yang dalam hal ini adalah para anak muda menginginkan layanan dengan interaksi tatap muka bersama dengan penyediaan TIK yang terintegrasi penuh. TIK telah banyak memberikan kontribusi dan revolusi lebih dalam program bimbingan dan konseling karir melalui penyediaan cara-cara baru dalam mengeksplorasi pilihan karir melalui video, grafik, dan suara. Selain itu tersedia pula berbagai CD-ROM atau DVD, penggunaan database, TV, radio, serta situs web yang akan memberikan banyak informasi karir. Peneliti menyebutkan beberapa dukungan  TIK dalam bimbingan dan konseling karir meliputi:
1.      Menyimpan banyak informasi dalam berbagai format
2.      Mencari dan mengambil informasi karir secara cepat dan akurat
3.      Mencetak informasi dalam bentuk pribadi (rahasia)
4.      Mencocokkan informasi pada karakteristik atau kemampuan individu yang bersangkutan
5.      Sebagai tempat/lingkungan untuk simulasi kerja
6.      Memperbaruhi informasi karir dengan cepat
7.      Menyediakan mekanisme untuk berbagi dan mengkomunikasikan informasi kepada para pembaca
Perkembangan TIK semakin kompleks dan nyata, TIK tidak hanya terbatas pada pemanfaatan situs web/TV/radio semata dalam pencarian informasi karir. Banyak para ahli yang telah menciptakan software untuk layanan karir mereka. Salah satunya adalah The Daily News Fitur yang akan membantu konselor untuk mendapatkan akses ke semua konten baru dan memiliki akses ke ahli online dalam layanan karir mereka. Melalui perkembangan TIK yang semakin maju, proses konseling karir dapat dilakukan dengan memanfaatkan teleconference, telesurveillance, e-mail, chat room, pendidikan jarak jauh, serta pemanfaatna jurnal konseling secara online. Dari analisis di atas, melalui jurnal yang memiliki basis pada sekolah menengah Nigeria terlihat bahwa penggunaan teknologi  informasi dan komunikasi memiliki peran serta dampak yang penting dalam pemberian layanan konseling karir pada siswa. Pemanfaatan TIK perlu terintegrasi penuh dalam pemberian layanan konseling karir, sehingga konselor diharapkan mampu memahami dan mengikuti perkembangan TIK yang semakin maju.

PENGARUH BUDAYA DALAM PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MANUSIA


PENGARUH BUDAYA DALAM PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MANUSIA

A.     Hakekat Manusia
“Manusia adalah suatu dinamika” (Adhiputra, 2013:32). Dinamika ini tidak pernah berhenti, melainkan tetap aktif. Dinamika manusia inilah yang memadukan manusia dengan sesamanya dan dengan dunia lingkungannya. Dinamika ini akan tetap berkembang selama masa hidupnya.  Dalam era globalisasi, manusia Indonesia yang dibutuhkan menurut Surya (dalam Adhiputra, 2013:32) adalah “manusia yang berkualitas lepas landas yang modern dan berjiwa generasi jaguar”. Menurut Kuntjaraningrat (dalam Adhiputra, 2013:32), manusia lepas landas itu mempunyai 5 karakteristik mental yakni:
1.    Berorientasi terhadap pandangan hidup yang bersifat positif dam aktif, serta wajib menentukan dirinya sendiri.
2.    Mementingkan kepuasan dari pekerjaan yang dilakukannya atau mutu hasil pekerjaannya.
3.    Berorientasi ke masa depan, belajar merencanakan hidupnya secermat mungkin sambil membuat perhitungan kemungkinan terjadinya hal-hal yang  kurang mendukungkan di masa depan, sehingga terdorong untuk menyisihkan sebagian dari pendapatnya untuk hal itu.
4.    Sejak kecil diajarkan dan dilatih untuk mencapai keselarasan dengan alam sekelilingnya sehingga mendorong tumbuhnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.    Berpegang teguh pada aspek-aspek positif gotong royong dengan cara menghindari aspek-aspek negatifnya.

Secara fisik-biologis, manusia sama saja dengan hewan, dilahirkan dengan kelengkapan organ tubuh yang menjadi bagian dirinya di tengah-tengah alam lingkungan yang sama dengan apa yang dialami makhluk hidup lainnya. Meskipun demikian, manusia tidak terperangkap oleh hal-hal yang alamiah saja. Manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat mampu melepaskan diri dari keterbatasan-keterbatasan, baik itu keterbatasan nalurinya maupun keterbatasan fisik biologisnya. Manusia mampu meninggalkan keterbatasan menjadi peluang yang mempertinggi derajatnya sebagai makhluk hidup yang berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Manusia adalah makhluk dengan akal pikiran dan kemampuan intelektualnya. Perkembangan dan pengembangan akal pikiran manusia menghasilkan apa yang kita sebut dengan kebudayaan.
B.     Hakekat Budaya dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia
Matsumoto (2004:7) mengatakan bahwa “budaya merupakan suatu konstruk individual-psikologis sekaligus konstruk sosial-makro”. Artinya, sampai batas tertentu budaya ada di dalam setiap dan masing-masing diri kita secara individual sekaligus ada sebagai sebuah konstruk sosial-global. Perbedaan individual dalam budaya bisa diamati pada orang-orang dari satu budaya sampai batas dimana mereka mengadopsi dan terlibat dalam sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku-perilaku yang berdasarkan konsensus/kesepakatan yang membentuk budaya mereka. Bila Anda bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan perilaku-perilaku tertentu, maka budaya tersebut akan hadir dalam diri Anda, sedangkan bila Anda tidak memiliki nilai atau perilaku-perilaku tersebut, maka Anda tidak termasuk dalam budaya itu.
1.    Pengaruh Budaya pada Komunikasi
Menurut Dayakisni dan Yuniardi (2004:238) “komunikasi adalah proses menyampaikan pesan atau makna dari pengirim kepada penerima”. Setiap budaya akan memiliki aturan-aturan bagaimana cara anggota-anggotanya untuk melakukan komunikasi baik secara verbal maupun non verbal.
a)    Gaya komunikasi verbal secara lintas budaya
Hall (dalam Dayakisni dan Yuniardi, 2004:238) mengemukakan bahwa “context memainkan peranan kunci dalam menjelaskan beberapa perbedaan komunikasi”. Context adalah informasi yang mengelilingi suatu komunikasi dan membantu penyampaian pesan. Berdasarkan hal itu, Hall menyatakan bahwa penggunaan bahasa dalam budaya-budaya yang berbeda dapat diklasifikasikan sebagai high context atau low context. Pada budaya low context pembicaraan yang terjadi bersifat eksplisit dan pesan-pesan yang disampaikan sebagian besar diwakili oleh kata-kata yang diucapkan. Sebaliknya dalam budaya high context  pesan disampaikan secara implisit dan kata-kata yang diucapkan hanya mewakili sebagian kecil dari pesan tersebut.
b)   Budaya dan komunikasi non verbal
Menurut Dayakisni dan Yuniardi (2004:244) “komunikasi non verbal adalah transfer makna melalui alat-alat seperti bahasa tubuh dan penggunaan ruang fisik”. Dengan demikian ekspresi wajah, gerakan tubuh, sikap badan, kontak mata, dan suara bahkan pengunaan ruang dan jarak interpersonal, penggunaan waktu, tipe pakaian yang dipakai, dan desain arsitektur yang kita gunakan adalah perilaku-perilaku yang termasuk dalam perilaku non verbal. Menurut Ekman dan Friesen (dalam Dayakisni dan Yuniardi, 2004:245) perilaku-perilaku non verbal dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu:
1)      Illustrator, yaitu perilaku nonverbal yang digunakan untuk memperjelas aspek dari kata-kata yang kita ucapkan.
2)   Adaptors/manipulators, adalah perilaku non verbal yang kita kelola untuk membantu tubuh kita beradaptasi terhadap lingkungan disekitar kita.
3)   Emblems, adalah perilaku nonverbal yang menyampaikan suatu pesan melalui diri mereka sendiri.
4)   Emotions, adalah pesan yang disampaikan melalui perilaku nonverbal.
5)   Regulators, adalah perilaku non verbal yang kita kelola untuk mengatur arus bicara selama percakapan.
Berikut ini terdapat beberapa perbedaan perilaku non verbal secara lintas budaya:
1)      Telaah lintas budaya tentang kinesics
Kinesics ialah studi tentang komunikasi melalui gerakan tubuh dan ekspresii wajah. Area pertama adalah komunikasi melalui kontak mata dan kedipan mata.
2)      Gestures (gerakan bagian-bagian tubuh)
Gestures juga sering digunakan dalam komunikasi dan bentuknya dapat berbeda-beda antar budaya. Beberapa budaya menekankan perbedaan dalam menggunakan gestures sebagai illustrator. Kebanyakan budaya memiliki sistem gerakan tangan yang menjadi penyampai pesan atau makna tertentu.
3)      Chromatics
Chromatics adalah penggunaan warna untuk mengkomunikasikan pesan. Contohnya di Amerika orang memakai pakaian hitam ketika dalam berkabung.
4)      Ruang antar pribadi dan penggunaan jarak
Ruang adalah dimensi perilaku non verbal lain yang sangat penting. Kita menggunakan ruang untuk mengirimkan pesan penting mengenai status kekuasaan, dan dominansi. Hal ini disebabkan orang-orang yang melakukan suatu interaksi akan menggunakan ruang ini sama dengan ruang yang secara pribadi mereka miliki.
2.    Pengaruh Budaya pada Gender
Menurut Dayakisni dan Yuniardi (2004:253) “gender merupakan hasil konstruksi yang berkembang selama masa anak-anak sebagaimana mereka disosialisasikan dalam lingkungan mereka”. Adanya perbedaan reproduksi dan biologis mengarahkan pada pembagian kerja yang berbeda antara pria dan wanita dalam keluarga. Perbedaan-perbedaan ini pada gilirannya mengakibatkan perbedaan ciri-ciri sifat dan karakteristik psikologis yang berbeda antara pria dan wanita. Berry dkk (dalam Dayakisni dan Yuniardi, 2004:253) “mengajukan suatu kerangka berfikir untuk menggambarkan bagaimana praktek budaya dapat memperngaruhi perbedaan gender dalam karakteristik psikologis”. Sebagai konsekuensinya, budaya yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Satu budaya mungkin mendukung kesamaan antara pria dan wanita, namun budaya lainnya tidak mendukung kesamaan tersebut. Dengan demikian budaya mendifinisikan atau memberikan batasan mengenai peran, kewajiban, dan tanggung jawab yang cocok bagi pria dan wanita.
3.    Pengaruh Budaya pada Persepsi
“Persepsi merupakan suatu proses konstruksi maupun proses menyusun keeping-keping informasi agar menjadi bermakna”(Matsumoto, 2004:75). Karena merupakan suatu konstruksi, persepsi kita pelajari seiring dengan perkembangan kita sejak lahir, masa anak-anak, remaja, dan masa dewasa. Karena ia dipelajari, maka persepsi bisa dibentuk, diubah, dan dipengaruhi oleh kebudayaan dimana kita dibesarkan. Maka dari itu, cara kita mempersepsi dunia sekeliling kita, terutama bagi kita orang dewasa akan dipengaruhi oleh bagaimana budaya membantu kita mempelajari cara mengkonstruksi makna dan pemahaman dari informasi sensorik yang kita terima lewat indera-indera kita. Akan tetapi, tampaknya jelas bahwa meski persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya termasuk usia, pematangan lingkungan, namun situasi/latar belakang kebudayaan tetap merupakan penentu yang berpengaruh dalam persepsi kita terhadap dunia.
4.    Pengaruh Budaya pada Perkembangan Kognitif dan Inteligensi
Matsumoto (2004:174) “terdapat perbedaan dalam bagaimana budaya mendefinisikan perkembangan kognitif dan inteligensi”. Bagaimana suatu budaya mendefinisikan apa yang disebut cerdas barangkali tidak sama dengan bagaimana budaya lain mendefinisikan inteligensi. Oleh sebab itu, tanda-tanda atau perilaku yang secara tipikal dipakai untuk mengukur inteligensi akan berbeda-beda dari satu budaya ke budaya yang lain. Mempertunjukkan keterampilan, bakat, atau kemampuan dalam suatu tugas, mengajukan pertanyaan atau suatu aktivitas mungkin dianggap baik diberbagai budaya. Namun perilaku yang sama bisa memicu emosi negatif pada beberapa budaya lain karena dianggap tak sopan, arogan, tak pantas, atau tidak dewasa.
5.    Pengaruh Budaya pada Perilaku Manusia
Perilaku-perilaku manusia satu dengan yang lainnya sangat terkait erat dengan budaya yang mereka anut. “Ketika berinteraksi dengan orang dari budaya lain di seluruh dunia, baik saat kita bepergian atau sebaliknya, kita akan menghadapi berbagai cara budaya mewujudkan dirinya melalui perilaku” (Matsumoto, 2004:264). Dengan meningkatnya pemahaman kita tentang perwujudan-perwujudan ini, kita akan semakin menghargai pentingnya peran budaya, tidak hanya akan memberi kita rambu-rambu dalam hidup, tapi juga dalam membantu kita menemukan jalan untuk bertahan hidup. Kenyataannya, budaya menyediakan bagi kita aturan-aturan yang memastikan berlangsungnya hidup dengan asumsi bahwa sumber daya hidup masih tersedia.














DAFTAR PUSTAKA


Adhiputra, Ngurah A. 2013. Konseling Lintas Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dayakisni, Tri, Et Al. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang: Umm Press.
Matsumoto, David. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.