ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
Pelayanan-pelayanan
bimbingan dan konseling adalah pekerjaan yang profesional. Dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terdapat kaidah-kaidah
didalamnya, kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan
konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu bisa
diterapkan dengan baik, maka diharapkan proses pelayanan mengarah pada
pencapaian tujuan yang diharapkan, sebaliknya jika asas-asas itu diabaikan atau
dilanggar, maka akan sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru
berlawanan dengan tujuan dari bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat
merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan bimbingan dan konseling,
serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Berikut ini adalah asas-asas dalam pelayanan bimbingan dan
konseling:
1. Asas
Kerahasiaan
Asas
kerahasiaan adalah asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya
segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui
oleh orang lain. Secara khusus pelayanan bimbingan dan konseling adalah
melayani individu-individu yang bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan
bahwa seseorang yang mempunyai sebuah masalah itu dianggap sebagai sebuah aib
yang harus ditutup-tutupi. Keadaan yang seperti itu akan menghambat pemanfaatan
proses pemberian bimbingan di masyarakat, khususnya di lingkungan sekolah. Akan
tetapi, jika masyarakat sekolah harus mengetahui masalah-masalah yang dihadapi
para sisiwanya, maka peran sekolahlah yang penting, yaitu menerapkan asas
kerahasiaan secara penuh. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha
pelayanan bimbingan dan konseling. Jika asas-asas ini benar-benar dilaksanakan,
maka penyelenggaraan atau pemberian bimbingan dan konseling akan mendapatkan kepercayaan
dari semua pihak, terutama para klien (konseli) . Begitupun dengan sebaliknya,
jika dalam pelayanan bimbingan dan konseling tidak bisa menjaga asas
kerahasiaannya, maka kepercayaan itupun akan hilang. Oleh karena itu, segala
sesuatuvyang dibicarakan konseli kepada konselor tidak boleh disebarluaskan
kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
2. Asas
kesukarelaan
Jika
asas kerahasiaan sudah bisa terlaksana dengan baik, maka dapat diharapkan bahwa
mereka yang mengalami masalah akan dengan sukarela membawa masalahnya itu
kepada konselor ataupun pembimbing untuk dibimbing. Asas kesukarelaan adalah
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
peserta didik (klien) untuk mengikuti atau menjalani layanan atau kegiatan yang
diperuntukan baginya. Proses bimbingan dan konseling itu harus berlangsung atas
dasar kesukarelaan, baik dari pihak klien ataupun dari konselornya. Dalam hal
ini klien diharapkan secara suka rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa
untuk menyampaikan masalah yang dihadapinya berdasarkan fakta, data, dan seluk
beluk yang berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor. Dan hendaknya
konselor dapat memberikan bantuan yang tidak terpaksa serta disampaikan secara
terbuka pula. Dalam asas kesukarelaan, seharusnya para pembimbing juga harus
mampu untuk menghilangkan rasa bahwa tugas menjadi seorang guru bimbingan dan
konseling itu merupakan paksaan pada diri mereka.
3. Asas
keterbukaan
Asas
keterbukaan adalah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta
didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura, baik didalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun
dalam menerima berbagai informasi atau materi dari luar yang berguna untuk
dirinya. Pelayanan bimbingan dan konseling yang efisien hanya akan berlangsung
dalam suasana keterbukaan, baik yang dibimbing (klien) maupun konselornya.
Keterbukaan ini bukan hanya sekedar dalam menerima saran-saran dari luar, tapi
diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia untuk membuka diri
demi kepentingan pemecahan masalah. Dengan keterbukaan inilah pengkajian serta
penelaahan berbagai kekuatan dan kelemahan si terbimbing dapat terlaksana
dengan baik. Keterbukaan akan terjadi apabila klien/konseli tidak lagi
mempersoalkan asas kerahasiaan yang semestinya sudah diterapkan oleh konselor.
Untuk keterbukaan klien, seorang konselor harus terus membina hubungan
sedemikian rupa sehingga klien yakin bahwa konselor juga bersikap terbuka dan
yakin bahwa asas kerahasiaan memang terselenggara dengan baik. Keterbukaan
disini ditinjau dari 2 arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau untuk
membuka diri sendiri apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh konselor,
dan yang kedua harus mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan
masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud
dengan kesediaan konselor untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mau
mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itumemang dikehendaki oleh klien.
4. Asas
kekinian
Asas
kekinian adalah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar obyek
sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik
(klien) dalam kondisinya sekarang.
Masalah klien yang langsung ditanggulangi adalah masalah sekarang bukan
masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang akan terjadi dimasa yang
akan datang. Apabila layanan berkenaan dengan masa depan atau masa lampau, maka
akan dilihat dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang
dibuat sekarang. Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak
boleh menunda-nunda pemberian bantuan kepada konseli.
5. Asas
kemandirian
Asas kemandirian adalah asas bimbingan dan
konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu peserta
didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan bisa
menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima
diri sendiri dan lingkungannya. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan
untuk menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada
orang lain atau tergantung pada konselor. Dalam memberikan bimbingan, hendaknya
para petugas bimbingan dan konseling selalu berusaha menghidupkan kemandirian
pada diri orang yang dibimbing, jangan membiarkan orang yang dibimbing itu
menjadi tergantung pada orang lain, khususnya pada konselor. Individu yang
dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok,
diantaranya:
a. Mengenal
diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya,
b. Menerima
diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis,
c. Mengambil
keputusan untuk dan oleh diri sendiri,
d. Mengarahkan
diri sesuai dengan keputusan itu,
e. Mewujudkan
diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang
dimilikinya.
Kemandirian
dengan ciri-ciri umum diatas juga haruslah disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai
hasil dari konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan itu
harus disadari baik oleh konselor maupun konseli.
6. Asas
kedinamisan
Asas
kedinamisan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi
layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu. Usaha bimbingan dan
konseling menghendaki terjadinya perubahan dalam diri klien, yaitu perubahan
tingkah laku ke arah yang lebih baik. Dan perubahan yang terjadi adalah
perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan dan lebih maju. Asas
kedinamisan ini hendaknya mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat
pada proses konseling dan hasil-hasilnya.
7. Asas
kegiatan
Asas
kegiatan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik
(klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan bimbingan. Usaha bimbingan dan konseling akan
menghasilkan buah yang berarti jika klien tidak melakukan sendiri kegiatan
dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Para konselor seharusnya bisa
menimbulkan suasana agar konseli yang dibimbing mampu menyelenggarakan kegiatan
yang dimaksudkan dalam penyelesaian masalah. Asas kegiatan ini merujuk pada pola
konseling yang multi dimensional, yang tidak hanya mengandalkan transaksi
verbal antara klien dan konselor. artinya klien harus aktif dalam menjalani
proses konseling dan aktif pula dalam melaksanakan/menerapkan hasil-hasil dari
konseling.
8. Asas
keterpaduan
Asas
keterpaduan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai
layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadukan.
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha untuk memadukan berbagai aspek
pribadi dari klien. Sebagaimana diketahui, bahwa setiap klien itu memiliki
berbagai aspek kepribadian yang tidak seimbang, serasi, dan terpadu, sehingga
hal itu bisa menimbulkan masalah. Keterpaduan yang diharapkan adalah
keterpaduan dari diri konseli itu sendiri dan juga keterpaduan isi dan proses
layanan yang diberikan. Untuk mewujudkan asas keterpaduan ini, konselor perlu
memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan
klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah
klien.
9. Asas
kenormatifan
Asas
kenormatifan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang ada. Norma-norma ini adalah
norma agama, hukum, kesopanan, kesusilaan, kebiasaan berperilaku, dan adat
istiadat. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses
penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai
dengan norma-norma yang ada. Selain itu, layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling juga harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam
memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas
keahlian
Asas
keahlian adalah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Untuk itu para konselorperlu mendapat keahlian yang secukupnya, sehingga
dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Keprofesionalan seorang
guru pembimbing/konselor harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik
bimbingan dan konseling. Asas keahlian selain mengacu pada kualifikasi
konselor, juga kepada pengalaman yang ada pada diri konselor. Teori dan praktek
bimbingan dan konseling perlu dipadukan satu sama lain. Maka dari itu, seorang
konselor harus benar-benar ahli dalam menguasai teori dan praktek konseling
secara baik.
11. Asas
alih tangan
Asas
alih tangan ialah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) agar bisa
mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Asas ini
mengisyaratkan jika seorang konselor sudah mengerahkan kemampuannya untuk
membantu klien, namun klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan,
maka konselor boleh mengalihtangankan kepada klien (konseli). Disamping itu
asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya
menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas/konselor
yang bersangkutan, dan setiap ada masalah harus ditangani oleh pihak yang
berwenang untuk hal itu. Konselor juga
dapat menerima pengalihtanganan kasus dari orang tua, guru-guru lain, ataupun
ahli lain, dan pada guru mata pelajaran.
12. Asas
tut wuri handayani
Asas
tut wuri handayani adalah asas bimbingan dan konseling yang menghedaki agar
pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana
yang mengayomi, mengembangan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan,
serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien)
untuk maju. Demikian juga dengan segenap layanan/kegiatan bimbingan dan
konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun
suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu. Asas ini menuntut
agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien
mengalami masalah dan saat menghadap kepada konselor saja, namun juga saat
diluar hubungan proses bimbingan dan konselingpun hendaknya bisa dirasakan
adanya manfaat pelayanan bimbingan dan konseling.
Asas-asas tersebut harus saling
terkait satu sama lain, dan segenap asas itu perlu diselenggarakan secara
terpadu dan tepat waktu, artinya yang satu tidak boleh didahulukan atau
dikemudiankan daripada yang lain. Asas-asas itu sangat penting, sehingga dapat
dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan
pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu tidak dilaksanakan
dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan tersendat atau
bahkan bisa terhenti.
DAFTAR PUSTAKA
Mugiarso, Heru
dkk. 2010. Bimbingan dan Konseling.
Semarang:
UPT UNNES Press.
Prayitno, H.,
Amti, Erman. 2008. Dasar-Dasar Bimbingan
dan
Konseling.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Prayitno. 1997. Pelayanan Bimbingan dan Konseling SLTP.
Padang:
IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia).
Sukardi D,
Ketut., Kusmawati, Nila. 2008. Proses
Bimbingan dan
Konseling di Sekolah.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar