Minggu, 24 Maret 2013

Asas-Asas Bimbingan dan Konseling


ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING

Pelayanan-pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan yang profesional. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terdapat kaidah-kaidah didalamnya, kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu bisa diterapkan dengan baik, maka diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan, sebaliknya jika asas-asas itu diabaikan atau dilanggar, maka akan sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan dari bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan bimbingan dan konseling, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Berikut ini adalah  asas-asas dalam pelayanan bimbingan dan konseling:
1.      Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Secara khusus pelayanan bimbingan dan konseling adalah melayani individu-individu yang bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa seseorang yang mempunyai sebuah masalah itu dianggap sebagai sebuah aib yang harus ditutup-tutupi. Keadaan yang seperti itu akan menghambat pemanfaatan proses pemberian bimbingan di masyarakat, khususnya di lingkungan sekolah. Akan tetapi, jika masyarakat sekolah harus mengetahui masalah-masalah yang dihadapi para sisiwanya, maka peran sekolahlah yang penting, yaitu menerapkan asas kerahasiaan secara penuh. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha pelayanan bimbingan dan konseling. Jika asas-asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggaraan atau pemberian bimbingan dan konseling akan mendapatkan kepercayaan dari semua pihak, terutama para klien (konseli) . Begitupun dengan sebaliknya, jika dalam pelayanan bimbingan dan konseling tidak bisa menjaga asas kerahasiaannya, maka kepercayaan itupun akan hilang. Oleh karena itu, segala sesuatuvyang dibicarakan konseli kepada konselor tidak boleh disebarluaskan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
2.      Asas kesukarelaan
Jika asas kerahasiaan sudah bisa terlaksana dengan baik, maka dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah akan dengan sukarela membawa masalahnya itu kepada konselor ataupun pembimbing untuk dibimbing. Asas kesukarelaan adalah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) untuk mengikuti atau menjalani layanan atau kegiatan yang diperuntukan baginya. Proses bimbingan dan konseling itu harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak klien ataupun dari konselornya. Dalam hal ini klien diharapkan secara suka rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa untuk menyampaikan masalah yang dihadapinya berdasarkan fakta, data, dan seluk beluk yang berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor. Dan hendaknya konselor dapat memberikan bantuan yang tidak terpaksa serta disampaikan secara terbuka pula. Dalam asas kesukarelaan, seharusnya para pembimbing juga harus mampu untuk menghilangkan rasa bahwa tugas menjadi seorang guru bimbingan dan konseling itu merupakan paksaan pada diri mereka.
3.      Asas keterbukaan
Asas keterbukaan adalah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik didalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi atau materi dari luar yang berguna untuk dirinya. Pelayanan bimbingan dan konseling yang efisien hanya akan berlangsung dalam suasana keterbukaan, baik yang dibimbing (klien) maupun konselornya. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar dalam menerima saran-saran dari luar, tapi diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia untuk membuka diri demi kepentingan pemecahan masalah. Dengan keterbukaan inilah pengkajian serta penelaahan berbagai kekuatan dan kelemahan si terbimbing dapat terlaksana dengan baik. Keterbukaan akan terjadi apabila klien/konseli tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang semestinya sudah diterapkan oleh konselor. Untuk keterbukaan klien, seorang konselor harus terus membina hubungan sedemikian rupa sehingga klien yakin bahwa konselor juga bersikap terbuka dan yakin bahwa asas kerahasiaan memang terselenggara dengan baik. Keterbukaan disini ditinjau dari 2 arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau untuk membuka diri sendiri apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh konselor, dan yang kedua harus mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mau mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itumemang dikehendaki oleh klien.
4.      Asas kekinian
Asas kekinian adalah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang.  Masalah klien yang langsung ditanggulangi adalah masalah sekarang bukan masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Apabila layanan berkenaan dengan masa depan atau masa lampau, maka akan dilihat dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dibuat sekarang. Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan kepada konseli.
5.      Asas kemandirian
Asas  kemandirian adalah asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan bisa menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Dalam memberikan bimbingan, hendaknya para petugas bimbingan dan konseling selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing, jangan membiarkan orang yang dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, khususnya pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok, diantaranya:
a.       Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya,
b.      Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis,
c.       Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri,
d.      Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu,
e.       Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas juga haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil dari konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan itu harus disadari baik oleh konselor maupun konseli.
6.      Asas kedinamisan
Asas kedinamisan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu. Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan dalam diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Dan perubahan yang terjadi adalah perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan dan lebih maju. Asas kedinamisan ini hendaknya mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada proses konseling dan hasil-hasilnya.
7.      Asas kegiatan
Asas kegiatan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan bimbingan. Usaha bimbingan dan konseling akan menghasilkan buah yang berarti jika klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Para konselor seharusnya bisa menimbulkan suasana agar konseli yang dibimbing mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksudkan dalam penyelesaian masalah. Asas kegiatan ini merujuk pada pola konseling yang multi dimensional, yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. artinya klien harus aktif dalam menjalani proses konseling dan aktif pula dalam melaksanakan/menerapkan hasil-hasil dari konseling.
8.      Asas keterpaduan
Asas keterpaduan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadukan. Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha untuk memadukan berbagai aspek pribadi dari klien. Sebagaimana diketahui, bahwa setiap klien itu memiliki berbagai aspek kepribadian yang tidak seimbang, serasi, dan terpadu, sehingga hal itu bisa menimbulkan masalah. Keterpaduan yang diharapkan adalah keterpaduan dari diri konseli itu sendiri dan juga keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Untuk mewujudkan asas keterpaduan ini, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien.
9.      Asas kenormatifan
Asas kenormatifan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang ada. Norma-norma ini adalah norma agama, hukum, kesopanan, kesusilaan, kebiasaan berperilaku, dan adat istiadat. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Selain itu, layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling juga harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10.  Asas keahlian
Asas keahlian adalah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Untuk itu para konselorperlu mendapat keahlian yang secukupnya, sehingga dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Keprofesionalan seorang guru pembimbing/konselor harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling. Asas keahlian selain mengacu pada kualifikasi konselor, juga kepada pengalaman yang ada pada diri konselor. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan satu sama lain. Maka dari itu, seorang konselor harus benar-benar ahli dalam menguasai teori dan praktek konseling secara baik.
11.  Asas alih tangan
Asas alih tangan ialah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) agar bisa mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Asas ini mengisyaratkan jika seorang konselor sudah mengerahkan kemampuannya untuk membantu klien, namun klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor boleh mengalihtangankan kepada klien (konseli). Disamping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas/konselor yang bersangkutan, dan setiap ada masalah harus ditangani oleh pihak yang berwenang untuk hal itu. Konselor  juga dapat menerima pengalihtanganan kasus dari orang tua, guru-guru lain, ataupun ahli lain, dan pada guru mata pelajaran.
12.  Asas tut wuri handayani
Asas tut wuri handayani adalah asas bimbingan dan konseling yang menghedaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi, mengembangan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju. Demikian juga dengan segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu. Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan saat menghadap kepada konselor saja, namun juga saat diluar hubungan proses bimbingan dan konselingpun hendaknya bisa dirasakan adanya manfaat pelayanan bimbingan dan konseling.
            Asas-asas tersebut harus saling terkait satu sama lain, dan segenap asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, artinya yang satu tidak boleh didahulukan atau dikemudiankan daripada yang lain. Asas-asas itu sangat penting, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu tidak dilaksanakan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan tersendat atau bahkan bisa terhenti.





DAFTAR PUSTAKA

Mugiarso, Heru dkk. 2010. Bimbingan dan Konseling. Semarang: 
               UPT UNNES Press.
Prayitno, H., Amti, Erman. 2008. Dasar-Dasar Bimbingan dan
             Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Prayitno. 1997. Pelayanan Bimbingan dan Konseling SLTP. Padang:
             IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia).
Sukardi D, Ketut., Kusmawati, Nila. 2008. Proses Bimbingan dan
              Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar